RANGKUMAN
HUKUM TATA RUANG
Penataan ruang adalah proses
perencanaan ruang, pemanfaatan ruang, pengendalian ruang.
4 fakta mengapa hukum tata ruang
diperlukan:
- ruang pada dasarna tidak bertambah, sifatnya tetap, sedangkan kebutuhan terus bertambah.
- Konsekuensi dari bertambahnya kebutuhan akan ruang adalah timbulnya konflik, sengketa, friksi, benturan antara satu pihak dgn pihak lain
- Masyarakat butuh kepastian sampai kapan dia bisa menempati ruang
- Kerapkali terjadi kesenjangan antara orang yang memiliki akses ruang dengan masyarakat yang terbatas akses pada ruang
Tujuan dari hadirnya hukum tata
ruang?
Tujuannya adalah untuk menjamin
kepastian hukum, sebagai pedoman penerbitan izin kepemilikan ruang, sebagai
instrumen pengendalian dari pemanfaatan ruang, dengan metode perencanaan,
pemanfaatan, pengendalian diharapkan munculnya hasil positif berupa
keteraturan.
Objek studinya:
- Bagaimana kita membuat perencanaan ruang yang intinya berbicara mengenai perencanaan ruang/ perencaan peruntukan,.
- Pengaturan pemanfaatan ruang yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
- Pengendalian peamanfaatan ruang dengan menggunakan perencanaan ruang, pengaturan pemanfaatan ruang dan instrumen pengendalian berupa pemberian sankksi, insentif dan disinsentif, dll.
Objek studi penataan ruang terdiri
dari 5 aspek, yaitu:
- Bagaimana hukum mengatur penataan ruang
- Sejauhmana penataan ruang memngaruhi kegiatan masyarakat yang berada disekitar pembangunan ruang tersebut.
- Ruang harus memiliki nilai sosial, berguna untuk kepentingan sosial
- Ruang merupakan seperangkat hak
- Aspek wewenang pemerintah.
Metode pembelajaran HTR
Yuridis normatif, menggunakan hukum positif dalam mempelajari HTR, yang
artinya UU dijadikan dasar untuk mengkaji, mengkahayati dan memahami HTR.
Yuridis sosiologis, yaitu mengenai bagaimana HTR diterapkan dalam kehidupan
masyarakat/ diimplementasikan dalam masyarakat.
Yuridis teknis, untuk mengkaji alasan teknis kenapa aturan dibuat, dan
kenapa aturan tersebut harus dibuat.
Prinsip-prinsip dasar dalam HTR:
1. Prinsip tanggung jawab negara, pada intinya ada 3 :
- Responsibilty, perencanaan dan penataan ruang merupakan tanggung jawab dari pemerintah.
- Akuntability, pemerintahan yang bertanggung jawab
- Liabilty, apabila dia gagal dalam melaksanakan tanggung jawabnya, dengan kata lain pemerintah tdaklah akuntabel, maka pemerintah harus mempertanggung jawabkan perbuatannya secara hukum.
Pada pasal 7 UUTR dikatakan bahwa
negara bertanggung-jawab melakukan perencanaan, pleksanaan, pemanfaatan
ruang untuk sebesar0besarnya kemakmuran rakyat. Negara diberi kewenangan
atributif untuk melaksanakan penataan ruang secara:
- Asli, artinya kewenangan tersebut langsung diciptakan dari UU
- Kuat, tidak dapat dikurangi atau dilebihi kewenangannya (bersifat pasti)
- Penuh, artinya kewenangan tersebut tak terbagi-bagi.
Apabila negara gagal dalam memenuhi
kemakmuran rakyat maka yang bertanggung jawab adalah pemerintah daerah. (pasal
7 ayat 2 dab 3 UUTR). Pembangunan haruslah didasarkan pada asas kemakmuran
rakyat, pembangunan dan manfaatnya harus merata di tingkat daerah untuk
menghindari disparitas. Ada 5 aspek yang harus menjadi perhatian dalam penataan
ruang:
- Peruuan
- Aparat pemerintah dan penegak hukum
- Masyarakat
- Budaya hukum
- Sarana sarannya
2. Prinsip manfaat ekonomi/sosial, artinya ruang dapat diukur dengan ukuran ekonomi, maksudnya
adalah bahwa pembangunan ruang haruslah dapat meningkatkan nilai ruang, karena
setiap orang berhak atas pertambahan nilai ruang.
Biasanya berhubungan dengan: lokasi,
peruntukan, kepastian hak dan keamanan
Hal ini berkaitan dengan Penjaminan
pemerintah pada investor:
- Kepastian dalam penyediaan dalam infrastruktur
- Kepastian dalam perizinan
- Kepastian dalam ketersediaan SDM/ tenaga ahli
- Kepastian dalam pengaturan pajak dan retribusi
- Kepastian dalam mudahnya mendapatkan akses kepada lembaga keuangan dan pembiayaan
Lokasi : berhubungan dengan gengsi, image atau pencitraan dari
sebuah ruang
Kepastian peruntukan : behubungan dengan lama izin ruang
Kepastian hak: kepastian mengenai status tanahnya dan hak2 apa saja yang
melekat pada tanah tersebut
Keamanan: pemerintah harus menjamin tanah atau ruang harus terjamin
keamanannya.
Infrastruktur: jaminan pemerintah berupa infrastruktur yang baik (jalan,
listrik, telekomunikasi, dll.)
Perizinan, kepastian mengenai berapa lama, berapa biaya yang harus
dikeluarkan untuk mendapatkan izin ruang.
Pajak, kepastian mengenai besarnya pajak, pengaturan pajak dan
tempat bayar pajak
3. Prinsip subsidiaritas, mengenai :
Subsidiaritas kewenangan, mengenai bagaimana pemerintah kita memberdayakan satuan pemerintah
yang lebih rendah terlebih dahulu untuk menata ruang, apabila dianggap tidak
mampu maka akan diserahkan pada satuan pemerintah yang lebih tinggi(sistem
bottom up).
Yang dimana dalam pelaksanaannya
didasarkan pada kebutuhan dan potensi yang ada pada masyarakat yang tinggal
diwilayah kerja pemerintah tersebut dan juga didasarkan pada kebutuhan,
kemampuan dan potensi masyarakat pada wilayah kerja pemerintah tersebut.
Subsidiaritas dalam pengawasan, pengawasan pada dasarnya ada untuk memastikan tingkat
kepatuhan dari kegiatan tata ruang tersebut. mendayagunakan pengawasan pada
line ke 1 dahulu (pemberi izin), kemudian apabila tidak mampu mngerjakannya
sendirian maka akan di support oleh line ke 2 (pemerintah) fungsi line ke
2 itu sendiri adalah untuk mengawasi line 1, kalau-kalau line 1 tidak dapat
melaksanakan tugasnya dengan baik.
Subsidiaritas pengenaan sanksi,menggunakan terlebih dahulu sanksi yang paling rendah lalu
ke meningkat kepada sanksi yang lebih tinggi. pada pelanggar peraturan, namun
apabila apa yang dilakukannya tersebut sudah membahayakan keselamatan umum maka
akan langsung dikenakan sanksi yang lebih berat, bisa pembongkaran, pencabiutan
izin, bahkan sanksi pidana (apabila pemanfaatan ruang tersebut telah memakan
korban)
Umumnya dalam sanksi-sanksi yang
diberikan dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang:
Peringatanà denda à diperintahkan
dalam pengurusan izin
Sanksi pidana baru di terapkan
apabila si pelaku membangun bangunan di daerah yang bukan peruntukannya dan
kemudian menimbulkan korban jiwa.
Catatan : bottom up planning
dilakukan dengan cara menampung aspirasi dari masyarakat di pemerintah desa
dengan jalan musyawarah, yang kemudian dilanjutkan pada tahap kecamatan sampai
akhirnya diakhiri ke tingkat kabupaten/kota yang kemudian melahirkan perda.
Dalam perencanaan RTRW haruslah
realistis, disesuaikan dengan potensi dan kebutuhan wilayah, juga harus
direncanakan dengan pasti, tidak serta merta, berjangka panjang, dan didukung
dengan dukungan ekonomi.
4. Prinsip berkelanjutan, yang terdiri dari prinsip,:
- Prinsip kehati-hatian, yang artinya dalam penataan ruang haruslah direncanakan terlebih dahulu dan tidak serta merta.
- Prinsip keadilan intra dan antar generasi, yang artinya dalam penataan ruang harus memerhatikan aspek lingkungan yang dimana hal tersebut akan diwariskan pada generasi berikutnya.
- Menyadari bahwa ruang bersifat bersifat terbatas, Yang artinya dalam RTRW haruslah memerhatikan daya tampung dan daya dukung ruang.
- Pendekatan ekosistem
- Asas siapa yang merusak maka dia yang harus membayar.
Hal ini berkaitan dengan :
Ø Good Governance,
keserasian, keselarasan, dan keseimbangan dlam penataan ruang
Ø Good environmental
Governance, perencanaan ruang haruslah memerhatikan aspek lingkungan.
Ø Good Sustainable
Development Governance, pasal2 dalam tata ruang haruslah bersifat
pembangunan berkelanjutan, yaitu memadukan aspek lingkungan ekonomi, dan
social. Juga program-program lain dari GSDG adalah: untuk mengentaskan
kemiskinan, mengubah pola produksi dan konsumsi yang tidak berkelanjutan,
mengolah pemanfaatan SDA untuk manfaat masyarakat di tempat SDA itu berada.
Ø Good social planning
governance, perencanaan ruang haruslah memerhatikan aspek social, jangan
sampai pembangunan ruang hanya akan memperlebar jurang kesenjangan antara
masyarakat yang mampu mendapat akses ruang dengan yang tidak.
catatan:
- kemisikinan selalu berkaitan dengan exploitasi sumber daya alam yang ada pada ruang, dikarenakan si miskin tidak mampu mendapatkan hasil SDA secara resmi.
- Pola produksi dan konsumsi berkelanjutan adalah pola hidup yang hemat dan ramah lingkungan.
- Corporate social responsibilities
5. Prinsip keragaman hukum
Harus disadari bahwa di indonesia terdapat pluralisme hukum, baik itu hukum eropa, hukum adat maupun hukum agama. Maka dari itu dalam pembangunan ruang haruslah memiliki cir-ciri dan keunikannya sendiri.
Harus disadari bahwa di indonesia terdapat pluralisme hukum, baik itu hukum eropa, hukum adat maupun hukum agama. Maka dari itu dalam pembangunan ruang haruslah memiliki cir-ciri dan keunikannya sendiri.
6. Prinsip partisipasi masyarakat
masyarakat ikut serta dalam proses pengambilan keputusan, evaluasi, dan implementasi dalam kegiatan yang ada hubungannya dengan kepentingan masyarakat. Yaitu dalam penataan ruang. Hal ini adalah wujud dari demokrasi.
masyarakat ikut serta dalam proses pengambilan keputusan, evaluasi, dan implementasi dalam kegiatan yang ada hubungannya dengan kepentingan masyarakat. Yaitu dalam penataan ruang. Hal ini adalah wujud dari demokrasi.
Partisipasi masyarakat dalam
penataan ruang memberi manfaat tersendiri bagi masyarakat, yaitu
bertambahnya wawasan masyarakat mengenai penataan ruang yang dimana
wawasan tersebut didapat dari penyuluhan dari para ahli, meningkatnya produksi
dan produktifitas, juga dapat menstabilkan distribusi pendapatan (munculnya
lapangan kerja).Melibatkan masyarakat dalam penataan ruang merupakan kewajiban
pemerintah dalam rangka pelayanan publik.
Kenapa pemerintah wajib melibatkan
dalam pembangunan ruang, karena masyarakat memiliki hak untuk terlibat dalam
hal tersebut, hak-hak tersebut dapat berupa:
Hak masyarakat dari aspek
demokrasi/politik, termasuk didalamnya hak :
Ø Hak atas informasi,
masyarakat berhak mendapat informasi tata ruang baik diminta atau tidak.
Ø Hak untuk melakukan
penelitian dan pengkajian, hak untuk meneliti dan mengkaji mengenai apa
yang harus dilakukan pada ruang.
Ø Hak untuk menyatakan
pendapat, hak untuk menyatakan setuju atau tidak mengenai pembangunan
ruang.
Ø Hak untuk memengaruhi
proses pengambilan keputusan, hak untuk menjamin bahwa pengkajian
kemasyarakat benar-benar diperhitungkan dalam pembangunan ruang.
Ø Hak untuk melakukan
pengawasan
Hak masyrakat dari segi ekonomi, termasuk didalamnya adalah:
hak atas kesejahteraan (pasal 33-34 UUD 45),artinya apabila
pemerintah membutuhkan lahan yang dimiliki masyarakat untuk kepentingan publik
maka pemerintah harus memberikan kompensasi yang layak pada masyarakat yang
lahannya digusur tersebut.
Hak atas keadilan, apabila ada pelanggaran terhadap hak-hak masyarakat,
masyarakat dapat mengajukan keberatan.
Hak masyarakat dari segi hukum, apabila pemerintah mengetahui ada pelanggaran ruang/
lingkungan tetapi pemerintah lalai/ abai terhadap pelanggaran tersebut maka
pemerintah dapat dianggap turut serta dalam kejahatan tersebut. Artinya
masyarakat dapat mengakan keadilannya sendiri.
Catatan :
Sifat-sifat dari peran serta
masyarakat, haruslah bebas, langsung dan tanpa pamrih.
Syarat untuk ikut serta dalam penataan ruang:
- Ada kesempatan dan kemampuan untuk ikut serta dalam pembangunan ruang, caranya dengan diberi informasi.
- Adanya kesadaran dan kemauan untuk ikut serta
Faktor penghambat dalam peran serta masyarakat
dalam penataan ruang :
- Masyarakat tidak menyadari hak-haknya dilanggar
- Masyarakat tidak tahu tentang adanya upaya-upaya hukum tuk melindungi kepentingannya
- Tidak berdaya tuk memanfaatkan upaya-upaya hukum karena faktor keuangan, psikis, sosial dan politik
- Tidak punya pengalaman menjadi anggota organisasi yang memperjuangkan kepentingannya
- Memiliki trauma dalam proses interaksi dan penegakan hukum
Fungsi pemeriintahan
- Mengatur
- Melaksanakan hukum
- Perlindungan hukum
- Menyelenggarakan kesejahteraan hukum
Secara umum pengertian Tanggung
Jawab Pemerintahan adalah kewajiban penataan hukum (compulsory compliance)
dari negara atau pemerintah atau pejabat pemerintah atau pejabat lain yang
menjalankan fungsi pemerintahan sebagai akibat adanya.
Pasal 7 UUTR
(1) Negara menyelenggarakan penataan
ruang untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
(2) Dalam melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), negara memberikan kewenangan
penyelenggaraan penataan ruang kepada Pemerintah dan pemerintah daerah.
(3) Penyelenggaraan penataan ruang
sebagaimanadimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan tetapmenghormati hak yang
dimiliki orang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pada intinya karena negara memiliki
tanggung jawab secara hukum dalam penataan ruang berdasarkan prinsip tangggung
jawab maka agar penataan ruang lebih efektif maka dalam perencanaan ruang
negara memberikan wewenangnya kepada pemerintah daerah untuk melaksanakan
perencanaan dan pembangunan ruang yang tetap memerhatikan dan menghormati
hak-hak orang-orang sesuai dengan ketentuan UU. Juga negara melaksanakan
penataan ruang sebesar-besar kemaknmuran dan kesejahteraan rakyat.
Dalam pembangunan ruang pula negara
wajib memerhatikan dampak-dampak pembangunan pada ekonomi masyarakat, sesuai
dengan fungsi negara yaitu mensejahterakan rakyat.
Strategi kebijakan penataan ruang
1. Peruuan
peruuan yang dibuat haruslah
bersifat akomodatif, kolaboratif, aspiratif, partisipatif
juga harus didasarkan pada good
process, yaitu menjamin hak-hak pembentukan peruuan yang demokratis.
Berdasarkan prinsip partisipatif
dalam peruuan, ada 3 golonan masyarakat yang berhak terlibat dalam pembuatan
uu:
- Masyarakat yang terkena akibat langsung diberlakukannya UU tersebut
- Pembayar pajak
- Seorang ahli, seorang yan memiliki kemampuan dibidang itu
Ukuran terlibat/tidaknya masyarakat
dalam perencanaan ruang :
Ø Adanya hak dan kewajiban
baru/meniadakan kewajiban (persoonengesied)
Ø Keadaan fisik, keadaan yang
dirasakan akan memengaruhi keadaannya
Ø Faktor waktu
Ø Media/metode apa yang
digunakan sehingga orang dapat terlibat dalam perencanaan ruang:
Ø Masyarakat diberi keterangan
oleh pemerintah
Ø Adanya/ terbukanya public
comment
Ø Kesepakatan/consensus
Alat ukur untuk menentukan apakah
konsensus / keterlibatan masyarakat memiliki daya ikat atau tidak adalah
apabila dalam pembuatan UU tersebut memiliki atau telah memenuhi prinsip good
process atau tidak. Ukurannya adalah perencanaan ruang haruslah akomodatif,
kolaboratif, aspiratif, partisipatif
UU 26. 2007 mengatur mengenai
perencanaan ruang, padadasarnya perencanaan ruang itu sendiri terdiri dari :
perencanaan à pemanfaatan à pengendalian
Perencanaan, perencanaan pada
dasarnya terdiri dari 2 aspek :
- Bagaimana prosesnya terjadi (apa yang harus dilakukan)
- Apa isinya
Proses perencanaan ruang itu sendiri
harus memenuhi beberapa syarat :
- Harus didasarkan hasil pengkajian, informasi yang memadai, data yang baik (data)
- Harus dilakukan oleh orang yang punya kemampuan dibidang penataan ruang (SDM)
- Adanya political will dalam penataan ruang
- Adanya dukungan masyarakat
Manfaat dan fungsi dari penataan
ruang:
- Mengetahui betapa pentingnya penataan ruang
- Merupakan arahan atau pedoman penerbitan izin
- Penegakan hukum
- Memudahkan dalam tahap evaluasi
Bagaimana proses itu berlangsung:
- Harus berdasarkan Good Process
- Harus berdasarkan Good Norm
Ada 4 hal yang harus dilakukan dan
diperhatikan dalam substansi tataruang,
- Adanya problema masalah dan potensi
- Adanya muatan dan kerangka waktu
- Adanya sturn atau pengendalian
- Adanya pengkajian masalah dan potensi pada ruang seperti:
Ø Adanya data yang berisi
berisi daya tampung ruang, daya dukung ruang, yang menjelaskan sifat dan
karaketristik ruang
Ø Menjelaskan kegiatan apa
saja yang terdapat pada ruang
Ø Apa saja hak yang melekat
pada ruang tersebut
Ø Adanya potensi bencana yang
telah diperhitungkan terlebih dahulu
Ø Penuangannya dalam peraturan
daerah nasional
Pemberlakuannya seperti apa:
- Pemberlakuannya bersifat hierarkis
- Pemberlakuannya harus bersifat komplementer tidak boleh terdapat kesenjangan, semacam GAP, atau bidang tata ruang yang tidak teratur
- Harus ada konsistensi dalam pengelolaan tata ruang/ dalam peruntukan ruang
Evaluasi dilakukan 5 tahun sekali,
perencanaan ruang dilakukan 20 tahun sekali, evaluasi sangat penting dalam
penataan ruang, karena evaluasi sendiri adalah salah satu bagian dari upaya
pengendalian dalam pemanfaatan ruang.
Ada beberapa cara dalam melakukan
evaluasi:
Konsep lampu sorot (proyeksi), jadi proses perencanaan ruang dari awal sampai akhir tidak
boleh berubah, hal ini dalikukan demi kepastian hukum, meskipun yang boleh
berubah hanyalah bersifat sektoral saja.
Metode bertahap, yang dimana dasar pemikirannya adalah bahwa seorang
planolog tidak dapat memerhitungkan kondisi 20 tahun mendatang, maka pada masa
evaluasi setiap 5 tahun sekali seorang legislatif dapat merubah perencanaan
ruang.
2. pemanfaatan ruang
pemanfaatan ruang merupakan bagian
dari penataan ruang. Pemanfaatan ruang dalam arti sempit berarti aktivitas budi
daya. Secara hukum pemanfaatan berarti aktivitas konservasi, budi daya dan
perlindungan. (lihat definisi pola ruang)
Setiap pemanfaatan dari ruang
dilakukan berdasarkan program, dan bukan dibiarkan begitu saja (secara
spontan).
Budi daya adalah suatu kegiatan yang non konservasi dan
nonperlindungan, nonpelestarian
Konservasi sumber daya alam adalah pengelolaan sumber daya alam untuk
menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan kesinambungan ketersediannya
dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta
keanekaragamannya.
Secara konspetuual, apa yang harus
diperhatikan dalam pemanfaatan ruang.
- Bagaimana peraturan peruuan di bidang tata ruang menjadi acuan, landasan, rujukan penataan ruang, juga menjadi petunjuk untuk sektor2 lain.
- Perlu adanya harmonisasi dalam peruuan tata ruang, agar tidak terjadi tumpang tindih di dalam peraturan yang lain.
- Perlu adanya lembaga yang terkoordinasi yang melakukan penyelarasan di bidang tata ruang tuk memastikan tidak ada konflik di dalam peruntukan tata ruang. Juga tidak ada konflik didalam aturan masing2 sektor.
3. pengendalian pemanfaatan ruang,
untuk mengendalikan pemanfaatan tata ruang sesuai dengan rencana tata ruang.
Instrumen pengendalian ruang ( pasal
35 UUTR)
- Peraturan zonasi
- Perizinan
- Pengawasan à pasal 55 (yang merupakan bagian dari pengendalian)
- Insentif dan disinsentif
- Pengenaan sanksi dan penertiban
Peraturan zonasi, dokumen hukum yang
dapat memastikan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dalam pemanfaatan
ruang secara rinci mengenai kewajiban apa saja dalam pemanfaatan ruang.
Penjelasan Pasal 36 Ayat (1) uu. No.
26 2007 UUTR
Peraturan zonasi merupakan ketentuan
yang mengatur pemanfaatan ruang dan unsur-unsur pengendalian yang disusun untuk
setiap zona peruntukan sesuai dengan rencana rinci tata ruang. Peraturan
zonasi berisi ketentuan yang harus, boleh, dan tidak boleh dilaksanakan pada
zona pemanfaatan ruang yang dapat terdiri atas ketentuan tentang amplop ruang
(koefisien dasar ruang hijau, koefisien dasar bangunan, koefisien lantai
bangunan, dan garis sempadan bangunan), penyediaan sarana dan prasarana,
serta ketentuan lain yang dibutuhkan untuk mewujudkanruang yang aman, nyaman,
produktif, dan berkelanjutan. Ketentuan lain yang dibutuhkan, antara lain,
adalah ketentuan pemanfaatan ruang yang terkait dengan keselamatan penerbangan,
pembangunan pemancar alat komunikasi, dan pembangunan jaringan listrik tegangan
tinggi
Rencana tata ruang adalah pedoman
dalam pembuatan peraturan zonasi
Perizinan, keputusan tata usaha
negara yang diberikan pada perorangan tertentu / badan hukum untk melakukan perbuatan
yang pada dasarnya perbuatan tersebut dilarang. Hukum administrasi sehingga
pemegang izin memiliki keabsahan dalam perbuatannya tersebut. (atau dapat
dibilang izin merupakan instrumen mendapatkan pengecualian dalam larangan dalam
aturan)
Apabila izin dikeluarkan tanpa
pengawasan maka cenderung akan ada penyimpangan dalam implementasinya
dilapangan. Pengawasan dilakukan melalui : pemantauan, pelaporan dan evaluasi.
Seperangkat insentif dan
disinsentif, semacam reward and punsihment dalam pemanfaatan ruang, dalam
insentif (reward) apabila masyarakat melakukan seuatu perbuatan yang melebihi
kewajibannya dalam pemanfaatan ruang ( misalnya menanam banyak pohon di
halaman rumahnya padahal dalam aturan hanya di syaratkan satu pohon saja untuk
tiap rumah) maka pemerintah akan memberikan penghargaan berupa : pemotongan
pajak, diberi fasilitas berupa infrastruktur yang baik, dll.
Penjelasan Pasal 38 Ayat (5)
Insentif dapat diberikan
antarpemerintah daerah yang saling berhubungan berupa subsidi silang dari daerah
yang penyelenggaraan penataan ruangnya memberikan
dampak kepada daerah yang dirugikan,
atau antara pemerintah dan swasta dalam hal pemerintah memberikan preferensi
kepada swasta sebagai imbalan dalam mendukung perwujudan rencana tata ruang.
Disinsentif merupakan kebalikan dari
insentif, Disinsentif berupa pengenaan pajak yang tinggi dapat dikenakan untuk
pemanfaatan ruang yang tidak sesuai rencana tata ruang melalui penetapan nilai
jual objek pajak (NJOP) dan nilai jual kena pajak (NJKP) sehingga pemanfaat
ruang membayar pajak lebih tinggi. (berdasarkan penjelasan dari uu.26 2007
mengenai tata ruang)
Pengenaan sanksi dapat dilakukan
melalui :
- Teguran tertulis
- Denda
- Uang paksa
- Pembongkaran
- Pembekuan izin
- Pencabutan izin
Perbedaan substansi yang diatur dalam
Undang-Undang Penataan Ruang yang baru dengan yang lama antara lain :
- Ruang lingkup penataan ruang wilayah ditambahkankan ruang di dalam bumi
- Pengaturan jangka waktu berlaku rencana tata ruang dalam setiap tingkatan menjadi 20 tahun.
- Tidak lagi dikenal istilah kawasan tertentu namun diganti oleh Kawasan Strategis.
- Penekanan terhadap hal-hal yang bersifat strategis terutama hal-hal yang memiliki dampak besar terhadap lingkungan seperti proporsi kawasan hutan dalam suatu DAS minimal 30 persen, serta proporsi ruang terbuka hijau (RTH) di kota/perkotaan minimal 30 persen dengan proporsi ruang terbuka hijau publik minimal 20 persen.
- Dalam penetapan rancangan peraturan daerah provinsi dan kabupaten/kota tentang tata ruang harus mendapat persetujuan substansi dari Menteri yang bertanggungjawab dalam penyelenggaraan penataan ruang dalam hal ini adalah Menteri yang Pekerjaan Umum sebelum dievaluasi oleh Departemen Dalam Negeri.
- Adanya penambahan muatan dalam rencana tata ruang baik untuk skala Nasional, Provinsi, maupun Kabupaten/Kota yaitu penetapan kawasan strategis dan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah yang berisi indikasi arahan peraturan zonasi, arahan perizinan, arahan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.
- Penataan ruang yang berbasis mitigasi bencana sebagai upaya meningkatkan keselamatan dan kenyamanan kehidupan dan penghidupan. Pengaturan ruang pada kawasan-kawasan yang dinilai rawan bencana, seperti kawasan rawan bencana letusan gunung api, gempa bumi, longsor, gelombang pasang dan banjir, dan dampak dari keberadaan jaringan SUTET;
- Terbentuknya lahan abadi pertanian untuk menjaga ketahanan Pengaturan sanksi yang lebih tegas, dalam hal ini selain diatur sanksi administratif, juga diatur sanksi pidana, baik kepada pelanggar maupun pemberi izin yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku.
a. Zoning Regulation
Tingginya ketidaksesuaian
pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang selama ini menyebabkan pada UU
Penataan Ruang yang baru dilakukan penekanan pada aspek pengendalian
pemanfaatan ruang. Bentuk-bentuk pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan
melalui penetapan peraturan zonasi, perijinan, pemberian insentif dan
disinsentif, serta pengenaan sanksi. Pemerintah Provinsi Jawa Timur saat ini
sedang menyusun Konsep Zoning Regulation untuk wilayah Provinsi Jawa Timur.
Peraturan zonasi ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam pemberian izin
pemanfaatan ruang, pengawasan, maupun penertiban, serta memberikan panduan
teknis pengembangan/pemanfaatan lahan untuk mengoptimalkan nilai pemanfataan.
Peraturan zonasi yang akan disusun
ini dibentuk pada level provinsi sebagai bahan verifikasi bagi aturan zoning
pada kawasan-kawasan strategis di lingkup provinsi, pada akhirnya diharapkan
dapat menjadi acuan dalam penyusunan zoning regulation untuk tingkat
Kabupaten/Kota. Zoning regulation ini mengatur struktur dan pola ruang,
ketentuan teknis terkait dengan pemanfaatan ruang, serta mekanisme insentif dan
disinsentif.
Penyusunan Zoning Regulation sebagai
acuan teknis untuk penerbitan izin dalam pemanfaatan ruang Provinsi serta
diharapkan dapat menjadi acuan zoning pada skala Kabupaten/Kota.
Izin pemanfaatan ruang ini merupakan
tools untuk pengendalian pemanfaatan ruang di Provinsi Jawa Timur, di mana
sebelum dilakukan pembangunan fisik (bila wilayah berada di kewenangan
Provinsi) atau sebelum mengajukan izin lokasi ke Kabupaten/Kota (bila wilayah
berada di kewenangan Kabupaten/Kota) harus mendapatkan izin pemanfaatan ruang
dari Gubernur Jawa Timur. Aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam pemberian
izin pemanfaatan ruang ini meliputi aspek teknis dan yuridis, antara lain :
a. Kesesuaian dengan Rencana Tata
Ruang Provinsi.
b. Kesesuaian dengan Peraturan
Zonasi (Zoning Regulation).
c. Kesesuaian dengan peraturan
perundangan bidang teknis lainnya.
d. Kesesuaian rencana penggunaan
tanah dengan jenis hak atas tanah.
e. Kelayakan desain dan lokasi lahan
sumber: kuliah Prof. Asep Warlan
Yusuf
TEORI
LOKASI (PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA)
1.Teori
Klasik
Menurut
Reksohadiprojo-Karseno (1985) Teori sewa dan lokasi
tanah, pada dasarnya
merupakan bagian dari teori mikro tentang alokasi dan penentuan harga-harga
faktor produksi. Seperti halnya upah yang merupakan “harga” bagi jasa tenaga
kerja, maka sewa tanah adalah harga atas jasa sewa tanah.
David Ricardo, berpendapat bahwa
penduduk akan tumbuh sedemikian rupa sehingga tanah-tanah yang tidak subur akan
digunakan dalam proses produksi, dimana sudah tidak bermanfaat lagi bagi
pemenuhan kebutuhan manusia yang berada pada batas minimum kehidupan. Sehingga,
“sewa tanah akan sama dengan penerimaan dikurangi harga faktor produksi bukan
tanah di dalam persaingan sempurna dan akan proporsional dengan selisih
kesuburan tanah tersebut atas tanah yang paling rendah tingkat kesuburannya.
Berkenaan
dengan kota, biasanya tingginya nilai tanah bukanlah tingkat kesuburan tanah
tersebut, tetapi lebih sering dikaitkan dengan jarak atau letak tanah
(Reksohadiprojo-Karseno, 1985:25).
VonThunen, Tanah yang letaknya paling jauh dari
kota memiliki sewa sebesar 0 dan sewa tanah itu meningkat secara linear kearah
pusat kota, dimana proporsional dengan biaya angkutan per ton/km. Semua tanah
yang memiliki jarak yang sama terhadap kota memiliki harga sewa yang sama
(Reksohadiprojo-Karseno, 1985:25).
2.
Teori Neo Klasik
Menyebutkan
bahwa suatu barang produksi dengan menggunakan beberapa macam faktor produksi,
misalnya tanah, tenaga kerja dan modal. Baik input maupun hasil dianggap
variabel. Substitusi diantara berbagai penggunaan faktor produksi dimungkinkan.
Agar dicapai keuntungan maksimum, maka seorang produsen akan menggunakan faktor
produksi sedemikian rupa sehingga diperoleh keuntungan maksimum.
1.1.Teori Lokasi Von Thunen, Burges dan Homer Hoyt
Teori
Von Thunen telah mulai dikenal sejak abad ke 19. teorinya mencoba untuk
menerangkan berbagai jenis pertanian dalam arti luas yang berkembang
disekeliling daerah perkotaan yang merupakan pasar komoditi pertanian tersebut.
Ia berpendapat bahwa bila suatu laboratorium dapat diciptakan berdasarkan atas
tujuh asumsi, maka daerah lokasi jenis pertanian yang berkembang akan mengikuti
pola tertentu. Ketujuh asumsi tersebut adalah:
1. Terdapat suatu daerah
terpencil yang terdiri atas daerah perkotaan dengan daerah pedalamannya yang
merupakan satu-satunya daerah pemasok kebutuhan pokok yang merupakan komoditi
pertanian;
2. Daerah perkotaan
tersebut merupakan daerah penjumlahan kelebihan produksi daerah pedalaman dan
tidak menerima penjualan hasil pertanian dari daerah lain;
3. Daerah pedalaman
tidak menjual kelebihan produksinya ke daerah lain, kecuali ke daerah perkotaan
tersebut;
4. Daerah pedalaman
merupakan daerah berciri sama dan cocok untuk tanaman dan peternakan dataran
menengah;
5. Daerah pedalaman
dihuni oleh petani yang berusaha untuk mempeoleh keuntungan maksimum dan mampu
untuk menyesuaikan hasil tanaman dan peternakannya dengan peemintaan yang
terdapat di daerah perkotaan;
6. Satu-satunya angkutan
yang terdapat pada waktu itu adalah angkutan darat berupa gerobak yang dihela
oleh kuda;
7. Biaya angkutan
ditanggung oleh petani dan besarnya sebanding dengan jarak yang ditempuh.
Petani mengangkut semua hasil dalam bentuk segar.
Burges
menganalogikan pusat pasar dengan pusat kota (Control Business Distric atau
CBD). CBD merupakan tempat yang lebih banyak digunakan untuk gedung kantor,
pusat pertokoan, bank dan perhotelan. Asumsinya semakin jauh dari CBD nilai
rent ekonomi kawasan tersebut semakin kecil, tetapi Burges menekankan pada
factor jarak mutasi ketempat kerja dan tempat belanja merupakan factor utama
dalam tata guna lahan diperkotaan.
Homer
Hoyt mengemukakan gagasan pengganti konsentrasi kawasan berdasarkan kedudukan
relatif tempat kerja dan belanja terhadap tempat pemukiman. Hasil analisis Hoyt
adalah system jaringan transpotasi seperti keadaan sebenarnya, Hoyt
menyimpulkan bahwa jaringan transportasi tersebut mampu memberikan jangkauan
yang lebih tinggi dan ongkos yang lebih murah terhadap kawasan lahan tertentu.
2.2.3 Teori Alfred Weber
Teori
Weber (Balow, 1978) biasa disebut dengan teori biaya terkecil. Dalam teori
tersebut Weber mengasumsikan:
1. Bahwa daerah yang
menjadi obyek penelitian adalah daerah yang terisolasi. Konsumennya terpusat
pada pusat-pusat tertentu. Semua unit perusahaan dapat memasuki pasar yang
tidak terbatas dan persaingan sempurna.
2. Semua sumber daya
alam tersedia secara tidak terbatas.
3. Barang-barang lainnya
seperti minyak bumi dan mineral adalah sporadik tersedia secara terbatas pada
sejumlah tempat.
4. Tenaga kerja tidak
tersedia secara luas, ada yang menetap tetapi ada juga yang mobilitasnya
tinggi.
Weber
berpendapat ada tiga faktor yang mempengaruhi lokasi industri, yaitu biaya
transportasi, biaya tenaga kerja dan kekuatan aglomerasi. Biaya transportasi
diasumsikan berbanding lurus terhadap jarak yang ditempuh dan berat barang,
sehingga titik lokasi yang membuat biaya terkecil adalah bobot total pergerakan
pengumpulan berbagai input dan pendistribusian yang minimum. Dipandang dari
segi tata guna lahan model Weber berguna untuk merencankan lokasi industri
dalam rangka mensupli pasar wilayah, pasar nasional dan pasar dunia. Dalam
model ini, fungsi tujuan biasanya meminimumkan ongkos transportasi sebagai
fungsi dari jarak dan berat barang yang harus diangkut (input dan output).
Kritikan
atas model ini terutama pada asumsi biaya transportasi dan biaya produksi yang
bersifat konstan, tidak memperhatikan faktor kelembagaan dan terlalu menekankan
pada posisi input.
2.2.4 Land Rent Lokasi dan Pasar Lahan
Barlow
(1978:75) menggambarkan hubungan antara nilai land rent dan alokasi sumber daya
lahan diantara berbagai kompetisi penggunaan kegiatan sektor yang komersial dan
strategis mempunyai land rent yang tinggi, sehingga sektor tersebut berada pada
kawasan strategis mempunyai land rent yang tinggi, sehingga sektor tersebut
berada pada kawasan strategis, sebaliknya sektor yang kurang mempunyai nilai
komersial maka nilai rentnya semakin kecil. Land rent diartikan sebagai
locational rent.
Lahan
termasuk didalamnya lahan sawah, dalam kegiatan produksi merupakan salah satu
faktor produksi tetap. Barlow mengemukakan bahwa nilai rent sumber daya lahan
dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:
1. Sewa kontrak
(contract rent)
2. Sewa lahan (land
rent)
3. Nilai rent ekonomi
dari lahan (Economic rent)
Economic
rent sama dengan surplus ekonomi merupakan kelebihan nilai produksi total
diatas biaya total. Menurut Anwar (1990:28) suatu lahan sekurang-kurangnya
memiliki empat jenis rent, yaitu:
1. Ricardian rent,
menyangkut fungsi kualitas dan kelangkaan lahan;
2. Locational rent,
menyangkut fungsi eksesibilitas lahan;
3. Ecological rent,
menyangkut fungsi ekologi lahan;
4. Sosiological rent,
menyangkut fungsi sosial dari lahan.
Umumnya
land rent yang merupakan cermin dari mekanisme pasar hanya mencakup ricardian
rent dan locational rent, sedangkan ecological rent dan sosiological rent tidak
sepenuhnya terjangkau mekanisme pasar.
Secara
fisik, lahan merupakan aset ekonomi yang tidak dipengaruhi oleh kemungkinan
penurunan nilai dan harga serta tidak dipengaruhi oleh faktor waktu, secara
fisik pula lahan merupakan aset yang mempunyai keterbatasan dan tidak dapat
bertambah besar, misalnya dengan melalui usaha reklamasi. Lahan secara fisik
tidak dapat dipindahkan, walaupun fungsi dan penggunaan lahan (land function
and use) dapat berubah tetapi lahannya sendiri bersifat stationer (tetap). Atas
dasar sifat ini, ketentuan penetapan harga lahan akan sangat bersifat spesifik
yang ditentukan oleh permintaan dan penawaran/persediaan (demand and supply)
lahan pada suatu wilayah tertentu. Pertimbangan faktor lokasi didalam penentuan
harga lahan untuk berbagai penggunaan tidak sama. Hal ini sangat ditentukan
oleh pertimbangan tata ruang (Sujarto, 1986:55).
Pertumbuhan
ekonomi wilayah merupakan resultante dari berbagai faktor. Ukuran yang umum
digunakan untuk menggambarkan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah adalah
pertumbuhan produk domestik regional bruto (PDRB) dari wilayah yang
bersangkutan. Pada dasarnya pertumbuhan ekonomi suatu wilayah akan mendorong
perubahan yang meningkat pada permintaan lahan untuk berbagai kebutuhan,
seperti pertanian, industri, jasa dan kegiatan lainnya.
Penggunaan
konversi lahan sawah tidak terlepas dari situasi ekonomi secara
keseluruhan. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi menyebabkan beberapa sektor
ekonomi tumbuh dengan cepat. Pertumbuhan sektor tersebut akan membutuhkan lahan
yang lebih kuas. Apabila lahan sawah letaknya lebih dekat dengan sumber ekonomi
maka akan menggeser penggunaannya kebentuk lain seperti pemukiman, industri
manufaktur dan fasilitas infrastruktur.
Hal
ini terjadi karena land rent persatuan luas yang diperoleh dari aktivitas baru
lebih tinggi daripada yang dihasilkan sawah. Namun konversi lahan sawah yang
terjadi ditentukan juga oleh pertumbuhan sektor tanaman pangan, dalam hal ini
memberikan proksi mengenai nilai hasil sawah. Apabila nilai PDRB sektor tanaman
pangan relatif cukup tinggi terhadap nilai produksi kotor daerah (PDRB)
keseluruhan, maka konversi lahan sawah mungkin masih dapat dihindari (Anwar,
1993:25).
Kawasan Perkotaan dan Urbanisasi
Migrasi
besar-besaran dikota merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya
peningkatan jumlah penduduk dikota-kota seperti umumnya yang terjadi di negara
sedang berkembang. Proses migrasi sering menimbulkan gejala yang tidak
diharapkan di kotya-kota besar tersebut, seperti meningkatnya jumlah angkatan
kerja yang belum mampu terserap dalam lapangan kerja yang produktif, tidak
memadainya fasilitas kehidupan, timbulnya pemukiman kumuh hingga masalah
lingkungan.
Pertambahan
jumlah penduduk dikawasan pinggiran secara akumulatif ikut menambah luas
kawasan kota karena realokasi kawasan. Semakin berkembangnya kawasanperkotaan
tersebut diduga sangat erat hubungannya dengan proses konversi lahan sawah
karena selain merupakan pasar potensial bagi kawasan industri juga merupakan
pasar potensial bagi pembangunan pemukiman maupun pembangunan sarana prasarana
lainnya. Akibatnya, lahan disekitar pinggiran perkotaan tersebut akan terjadi
proses realokasi, jika lahannya lahan sawah akan terkonversi secara alamiah
atau dipaksa untuk dikonversi.
Pertumbuhan
penduduk juga menyebabkan kebutuhan akan pangan yang harus dipenuhi oleh sektor
pertanian meningkat pula, yang berarti juga kebutuhan akan lahan pertanian
mengalami peningkatan sebagai upaya penyediaan pangan (Sugandhy, 1994:23). Menurut
Malthus dalam Reksohadiprodjo dan Pradono (1996:17) terdapat kecenderungan kuat
pertumbuhan penduduk lebih cepat dari pertumbuhan pasok bahan makanan terutama
disebabkan areal lahan adalah tetap, masalah yang berkaitan dengan lahan tidak
hanya menyangkut perbandingan antara jumlah penduduk yang terus bertambah dan
luas lahan yang tersedia, tetapi juga menyangkut persaingan yang makin lama
makin intensif dalam mendapatkan lokasi. Persaingan terjadi untuk memperebutkan
lokasi-lokasi seputar pusat kegiatan atau paling dekat dengan pusat dimana
fasilitas-fasilitas kota tersedia. Dalam keadaan demikian, lahan sawah akan
mendapatkan tekanan permintaan untuk penggunaan bagi kepentingan kegiatan
diluar pertanian.
Teori Tempat Sentral
Christaller
dengan model tempat sentral (central lace model) mengemukaka bahwa
tanah yang positif adalah tanah yang mendukung pusat kota. Pusat kota tersebut
ada karena untuk berbagai jasa penting harus disediakan tanah/lingkungan
sekitar. Secara ideal maka kota merupakan pusat daerah yang produktif. Dengan
demikian apa yang disebut tempat sentral adalah pusat kota
(Reksohadiprojo-Karseno, 1993:24).
Berdasarkan
prinsip aglomerasi (scale economics atau ekonomi
skala menuju efisiensi atau kedekatan menuju sesuatu), ekonomi kota besar
menjadi pusat daerahnya sendiri dan pusat kegiatan kota yang lebih kecil.
Artinya, kota kecil bergantung pada tersedianya dan adanya kegiatan yang ada
pada kota besar. Oleh karena itu, apabila orang yang berada di luar kota besar
ingin membeli sesuatu dapat membeli di toko sekitar tempat tinggalnya (convinience
buying).
Tetai, bila ia ingin membeli bermacam barang maka, dia akan pergi ke kota-kota/multipurpose
trip(Reksohadiprojo-Karseno,1993:35).
Dalam
hubungan antara kota dengan rumah tinggal, Christaller mengatakan bahwa rumah
tangga memaksimalkan keguanaan atau kepuasan dalam rangka pemilihan tempat
tinggal atau pemukiman. Jadi orang yang dikirim ke kota dan bukan barang (commuting). Merupakan
perluasan teori perilaku konsumen, dimana konsumen memaksimalkan konsumsi
rumah, barang dan jasa lain terbatas oleh anggaran yang terdiri dari
penghasilan uang dan penghasilan yang hilang karena aktifitas commutingyang berupatarif
angkutan dan biaya operasional kendaraan yaitu bensin, pemeliharaan dan perbaikan
(Reksohadiprojo-Karseno, 1993:40).
Teori
Pengembangan Wilayah
Pola
Dasar Tata Kota
1.
Teori Konsentrik
Teori
konsentrik yang diciptakan oleh E.W. Burgess ini didasarkan pada pengamatanya
di Chicago pada tahun 1925, E.W. Burgess menyatakan bahwa perkembangan suatu
kota akan mengikuti pola lingkaran konsentrik, dimana suatu kota akan terdiri
dari zona-zona yang konsentris dan masing-masing zona ini sekaligus
mencerminkan tipe penggunaan lahan yang berbeda.
Sumber:
(Yunus 2000:15)0
Keterangan
:
1)
Daerah pusat bisnis atau The Central Bussiness
District (CBD)
2)
Daerah Transisi atau The Zone of Transition
3)
Daerah pemukiman para pekerja atau The Zone of
Workkingmen’s homes
4)
Daerah tempat tinggal golongan kelas menengah atau The
Zone of Middle Class Develiers
5)
Daerah para penglaju atau The Commuters Zone
Karakteristik
masing-masing zona dapat diuraikan sebagai berikut:
Zona
1: Daerah Pusat Bisnis
Zona
ini terdiri dari 2 bagian, yaitu: (1) Bagian paling inti disebut RBD (Retail
Business District). Merupakan daerahpaling dekat dengan pusat kota. Di daerah
ini terdapat toko, hotel, restoran, gedung, bioskop dan sebagainya. Bagian di
luarnya disebut sebagai WBD (Wholesale Business District) yang ditempati oleh
bangunan yang diperuntukkan kegiatan ekonomi dalam jumlah yang lebih besar
antara lain seperti pasar, pergudangan dan gedung penyimpan barang supaya tahan
lebih lama.
Zona
2 : Daerah Transisi
Adalah
daerah yang mengitari pusat bisnis dan merupakan daerah yang mengalami
penurunan kualitas lingkungan pemukiman yang terus menerus. Daerah ini banyak
dihuni oleh lapisan bawah atau mereka yang berpenghasilan rendah.
Zona
3 : Daerah pemukiman para pekerja
Zona
ini banyak ditempati oleh perumahan pekerja-pekerja pabrik, industri. Kondisi
pemukimanya sedikit lebih baik dibandingkan dengan daerh transisi. Para pekerja
di sini berpenghasilan lumayan saja sehingga memungkinkan untuk hidup sedikit
lebih baik.
Zona
4 : Daerah pemukiman yang lebih baik
Daerah
ini dihuni oleh kelas menengah yang terdiri dari orang-orang yang profesional,
pemilik usaha/bisnis kecil-kecilan, manajer, para pegawai dan lain sebagainya.
Fasilitas pemukiman terencana dengan baik sehingga kenyamanan tempat tinggal
dapat dirasakan pada zona ini.
Zona
5 : Daerah para penglaju
Merupakan
daerah terluar dari suatu kota, di daerah ini bermunculan perkembangan
permukiman baru yang berkualitas tinggi. Daerah ini pada siang hari boleh
dikatakan kosong, karena orang-orangnya kebanyakan bekerja.
Ciri
khas utama teori ini adalah adanya kecenderungan, dalam perkembangan tiap
daerah dalam cenderung memperluas dan masuk daerah berikutnya (sebelah
luarnya). Prosesnya mengikuti sebuah urutan-urutan yang dikenal sebagai
rangkaian invasi (invasion succesion). Cepatnya proses
ini tergantung pada laju pertumbuhan ekonomi kota dan perkembangan penduduk.
Sedangkan di pihak lain, jika jumlah penduduk sebuah kota besar cenderung
menurun, maka daerah disebelah luar cenderung tetap sama sedangkan daerah
transisi menyusut kedalam daerah pusat bisnis. Penyusutan daerah pusat bisnis
ini akan menciptakan daerah kumuh komersial dan perkampungan. Sedangkan
interprestasi ekonomi dari teori konsentrik menekankan bahwa semakin dekat
dengan pusat kota semakin mahal harga tanah.
1. Teori Sektor
Teori
ini dikemukakan oleh Humer Hyot (1939), menyatakan bahwa perkembangan kota
terjadi mengarah melalui jalur-jalur sektor tertentu. Sebagian besar daerah
kota terletak beberapa jalur-jalur sektor dengan taraf sewa tinggi, sebagian lainnya
jalur-jalur dengan tarif sewa rendah yang terletak dari dekat pusat kearah
pinggiran kota. Dalam perkembangannya daerah-daerah dengan taraf sewa tinggi
bergerak keluar sepanjang sektor atau dua sektor tertentu (Spillane dan Wan,
1993:19).
Menurut
Humer Hyot kecenderungan pendudk untuk bertempat tinggal adalah pada
daerah-daerah yang dianggap nyaman dalam arti luas. Nyaman dapat diartikan
dengan kemudahan-kemudahan terhada fasilitas, kondisi lingkungna baik alami
maupun non alami yang bersih dari polusibaik fiskal maupun nonfiskal, prestise
yang tinggi dan lain sebagainya.
Sumber:
(Yunus,2000:26)
Keterangan
:
1) Daerah Pusat Bisnis
2) Daerah Industri
ringan dan perdagangan
3) Daerah pemukiman
kelas rendah
4) Daerah pemukiman
kelas menengah
5) Daerah pemukiman
kelas tinggi
Secara
garis besar zona yang ada dalam teori sektor dapat dijelaskan sebagai berikut :
Zona
1: Daerah Pusat Bisnis
Deskripsi
anatomisnya sama dengan zona 1 dalam teori konsentris, merupakan pusat kota dan
pusat bisnis.
Zona
2: Daerah Industri Kecil dan Perdagangan
Terdiri
dari kegiatan pabrik ringan, terletak diujung kota dan jauh dari kota
menjari ke arah luar. Persebaran zona ini dipengaruhi oleh peranan jalur
transportasi dan komunikasi yang berfungsi menghubungkan zona ini dengan pusat
bisnis.
Zona
3: Daerah pemukiman kelas rendah
Dihuni
oleh penduduk yang mempunyai kemampuan ekonomi lemah. Sebagian zona ini
membentuk persebaran yang memanjang di mana biasanya sangat dipengaruhi oleh
adanya rute transportasi dan komunikasi. Walaupun begitu faktor penentu
langsung terhadap persebaran pada zona ini bukanlah jalur transportasi dan
komunikasi melainkan keberadaan pabrik-pabrik dan industri-industri yang
memberikan harapan banyaknya lapangan pekerjaan.
Zona
4: Daerah pemukiman kelas menengah
Kemapanan
Ekonomi penghuni yang berasal dari zona 3 memungkinkanya tidak perlu lagi
bertempat tinggal dekat dengan tempat kerja. Golongan ini dalam taraf kondisi
kemampuan ekonomi yang menanjak dan semakin baik.
Zona
5: Daerah pemukiman kelas tinggi
Daerah
ini dihuni penduduk dengan penghasilan yang tinggi. Kelompok ini disebut
sebagai “status seekers”,yaitu orang-orang
yang sangat kuat status ekonominya dan berusaha mencari pengakuan orang lain
dalam hal ketinggian status sosialnya.
1. Teori Pusat Kegiatan
Banyak
Dikemukakan
oleh Harris dan Ulman, menurut pendapatnya kota-kota besar tumbuh sebagai suatu
produk perkembangan dan integrasi terus-menerus dari pusat-pusat kegiatan yang
terpisah satu sama lain dalam suatu sistem perkotaan dan proses pertumbuhannya
ditandai oleh gejala spesialisasi dan diferensiasi ruang (Yunus, 2000:45).
Gambar
2.3 Model pusat kegiatan banyak menurut Haris-Ulman
Sumber:
(yunus, 2000:47)
Keterangan:
1)
Daerah Pusat Bisnis
2) Daerah Industri
ringan dan perdagangan
3) Daerah pemukiman
kelas rendah
4) Daerah pemukiman
kelas menengah
5)
Daerah pemukiman kelas tinggi
6)
Daerah industri berat
7)
Daerah bisnis
8)
Daerah tempat tinggal pinggiran
9)
Daerah industri di daerah pinggiran
Zone-
zone keruangan berdasarkan keterangan di atas dapat dijelaskan sbagai berikut:
Zone
1: Daerah pusat bisnis
Zona
pada teori ini sama dengan zona pada teori konsentris.
Zona
2: Daerah industri ringan dan perdagangan
Persebaran
pada zona ini banyak mengelompok sepanjang jalur kereta api dan dekat dengan
daerah pusat bisnis
Zona
3: Daerah pemukiman kelas rendah
Zona
ini mencerminkan daerah yang kurang baik untuk pemukiman sehingga penghuninya
umumnya dari golongan rendah.
Zona
4: Daerah pemukiman kelas menengah
Zone
ini tergolong lebih baik daro zone 3, dikarenakan penduduk yang tinggal di sini
mempunyai penghasilan yang lebih baik dari penduduk pada zoe 3.
Zona
5: Daerah pemukiman kelas tinggi
Zone
ini mempunyai kondisi paling baik untuk permukiman dalam artian fisik maupun
penyediaan fasilitas. Lokasinya relatif jauh dari pusat bisnis, namun untuk
memenuhi kebutuhan sehari-harinya di dekatnya dibangun daerah bisnis baru yang
fungsinya sama seperti daerah pusat bisnis.
Zona
6: Daerah industri berat
Merupakan
daerah pabrik-pabrik besar yang banyak mengalami berbagai permasalahan
lingkungan seperti pencemaran , kebisingan, kesmrawutan lalu lintas dan
sebagainya. Namun zona ini juga banyak menjanjikan berbagai lapangan pekerjaan.
Penduduk berpenghasilan rendah bertempat tinggal dekat zona ini.
Zona
7: Daerah bisnis lainnya
Zona
ini muncul seiring munculnya daera pemukiman kelas tinggi yang lokasinya jauh
dari daerah pusat bisnis, sehingga untuk memenuhi kebutuhan penduduk pada daerah
ini maka diciptakan zona ini.
Zona
8: Daerah tempat tinggal di pinggiran
Penduduk
di sini sebagian besar bekerja di pusat-pusat
kota dan daerah ini hanyak husus digunakan untuk
tempat tinggal.
Zona
9: Daerah industri di daerah pinggiran
Unsur
transportasi menjadi prasyarat hidupnya zona ini. Pada perkembangan
selanjutnya dapat menciptakan pola-pola persebaran keruanganya sendiri dengan
proses serupa.
Proses
Pemekaran Kota
Suatu
kota mengalami perkembangan dri waktu ke waktu. Perkembangan ini menyangkut
aspek politik, sosial, budaya, teknologi, ekonomi dan fisik. Khususnya mengenai
aspek yang berkaitan langsung dengan penggunaan lahan perkotaan maupun
penggunaan lahan pedesaan adalah perkembangan fisik, khususnya perubahan
arealnya yg disebut pendekatan morfologi kota atau “Urban
Morphological Approach” (Yunus, 2000:107).
Menurut
Herbert (Herbert dalam Yunus, 2000:197) Matra morfologi pemukiman menyoroti
eksistensi keruangan kekotaan dan hal ini dapat diamati dar kenampakan kota
secara fiskal yang antara lain tercermin pada sistem jalan-jalan yang ada,
blok-blok bangunan baik dari daerah hunian ataupun bukan (perdagangan dan
industri) dan juga banguna individual.
Dengan
meningkatnya jumlah penduduk perkotaan maupun kegiatan penduduk perkotaan mengakibatkan
meningkatnya kebutuhan ruang perkotaan yang besar. Oleh karena ketersediaan
ruang di dalam kota tetap dan terbatas, maka meningkatnya kebutuhan ruang untuk
tempat tinggal dan kedudukan fungsi-fungsi selalu akan mengambil ruang di
daerah pinggiran kota. Proses perembetan kenampakan fisik kekotaan ke
arah luar disebut”urban sprawl”.Adapun macam“urban
sprawl” sebagai
berikut: (Yunus, 2000:124)
Tipe
1: Perembetan konsentris (Concentric Development/ Low Density
continous development)
Gambar
2.4 Perembetan konsentris
Sumber:
(Yunus, 2000:126)
Dikemukakan
pertama kali oleh Harvey Clark (1971) menyebut tipe ini sebagai “lowdensity,
continous development” dan Wallace (1980) menyebut“concentric
dvelopment”.
Tipe perembetan paling lambat, berjalan perlahan-lahan terbatas pada semua
bagian-bagian luar kenampakkan fisik kota yang sudah ada sehingga akan
membentuk suatu kenampakan morfologi kota yang kompak. Peran transportasi
terhadap perembetannya tidak begitu besar.
Tipe
2: Perembetan memanjang (ribbon development/lineair
development/axial development)
Tipe
ini menunjukkan ketidakmerataan perembetan areal perkotaan di semua bagian sisi
luar daripada daerah kota utama. Perembetan paling cepat terlihat di sepanjang
jalur transportasi yang ada, khususnya yang bersifat menjari (radial) dari
pusat kota. Daerah disepanjang rute transportasi merupakan tekanan paling berat
dari perkembangan (Yunus, 2000:127).
(Yunus,
2000:128)
Tipe
ini perembetannya tidak merata pada semua bagian sisi-luar dari pada daerah
kota utama. Perembetan bersifat menjari dari pusat kota disepanjang jalur
transportasi.
Tipe
3: Perembetan yang meloncat (leap frog
development/checkkerboard development)
Gambar
2.6 Perembetan Meloncat
Sumber:
(Yunus, 2000:129)
Perembetan
yang terjadi pada tipe ini dianggap paling merugikan oleh kebanyakan pakar
lingkungan , tidak efisien dan tidak
menarik. Perkembangan lahan kekotaanya terjadi berpencaran secara sparadis dan
tumbuh di tengah-tengah lahan pertanian, sehingga cepat menimbulkan dampak
negatif terhadap kegiatan pertanian pada wilayah yang luas sehingga penurunan
produktifitas pertanian akan lebih cepat terjadi.
TEORI PERENCANAAN
Menurut
Ernest R Alexander, Teori merupakan kerangka yang harus dipergunakan sehingga
dapat membentuk suatu struktur yang baik. Apabila kita memiliki suatu teori
yang benar namun kita hanya menyimpannya saja dan tidak mempraktekkannya, maka
sebaik apapun teori tersebut tidak akan ada manfaatnya, begitu pula sebaliknya
sebuah praktek harus diterangkan dengan teori.
Bagi
seorang planner, hubungan antara teori dan praktek adalah sangat penting, sebab
perencanaan tidak seperti ilmu murni pada dasarnya perencanaan adalah kegiatan
preskripif, bukan deskriptif. Tujuan seorang planner bukanlah untuk menguraikan
apa yang ada di dunia ini tetap untuk mengusulkan cara-cara bagaimana keadaan
tersebut bisa diubah.
Perencanaan itu sendiri memerlukan suatu pengakuan rasional dan sosial: ia “harus dibenarkan sebagai suatu penerapan cara pengambilan keputusan yang rasional pada masalah-masalah sosial.” Karena perencanaan adalah suatu aktivitas yang mempengarui masyarakat dan menyangkut nilai-nilai manusia, maka teori perencanaan tidak dapat mengabaikan ideologi. Dalam kata-kata John Dyckman, teori perencanaan haruslah mencakup beberapa teori tentang masyarakat di mana perencanaan itu dilembagakan
Perencanaan itu sendiri memerlukan suatu pengakuan rasional dan sosial: ia “harus dibenarkan sebagai suatu penerapan cara pengambilan keputusan yang rasional pada masalah-masalah sosial.” Karena perencanaan adalah suatu aktivitas yang mempengarui masyarakat dan menyangkut nilai-nilai manusia, maka teori perencanaan tidak dapat mengabaikan ideologi. Dalam kata-kata John Dyckman, teori perencanaan haruslah mencakup beberapa teori tentang masyarakat di mana perencanaan itu dilembagakan
Lingkup Teori Perencana
Inti
dari teori perencanaan adalah proses perencanaan. Suatu proses perencanaan
jelas terlihat pada keputusan-keputusan individu mengenai karier pekerjaannya,
anggaran rumah tangga, program pembangunan fisik kota, pertahanan kota, dan
pelayanan umum.
Teori perencanaan mengamati komponen-komponen dalam proses perencanaan yang mencangkup bentuknya, tahapannya, hubungannya dengan konteks daripada proses perencanaan dan keluarannya. Teori Perencanaan juga menyangkut alasan mengapa perencanaan itu diperlukan, yang kemudian menimbulkan permasalahan mengenai etika dan nilai para perencana.
Definisi Perencanaan
Teori perencanaan mengamati komponen-komponen dalam proses perencanaan yang mencangkup bentuknya, tahapannya, hubungannya dengan konteks daripada proses perencanaan dan keluarannya. Teori Perencanaan juga menyangkut alasan mengapa perencanaan itu diperlukan, yang kemudian menimbulkan permasalahan mengenai etika dan nilai para perencana.
Definisi Perencanaan
Adapun
beberapa definisi tentang perencanaan dari para ahli:
1.Menurut Conyers Diana, perencanaan
adalah proses yang berjalan terus menerus yang melibatkan (cyclical process
decision-making) berbagai tahapan skematik dan berurutan untuk menghasilkan
sesuatu yang lebih baik atau dengan kata lain keputusan yang lebih rasional.
2.Menurut Anthony J. Catanese, Perencanaan merupakan suatu aktivitas universal manusia, suatu keahlian dasar dalam kehidupan yang berkaitan dengan pertimbangan suatu hasil sebelum diadakan pemilihan di antara berbagai alternatif yang ada.
3.Menurut Ir. Mulyono Sadyohutomo, Perencanaan merupakan fungsi manajemen pertama yang harus dilakukan oleh setiap manajer dan staf.
Dari ketiga pendapat para ahli di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa perencanaan adalah suatu proses pengambilan keputusan yang melibatkan berbagai tahapan skematik dan berurutan dengan mempertimbangkan berbagai batasan-batasan sehingga dapat menghasilkan keputusan yang rasional.
Selain itu perencanaan memiliki empat tingkatan definisi yaitu,
1.Tingkatan pertama (tidak ada faktor pembatas), di mana suatu perencanaan menetapkan suatu tujuan dan memilih langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut.
2.Tingkatan kedua (ada faktor pembatas internal), di mana suatu perencanaan menetapkan suatu tujuan yang dapat dicapai setelah memperhatikan faktor-faktor pembatas dalam mencapai tujuan tersebut, memilih dan menetapkan langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut.
3.Tingkatan ketiga (ada faktor pembatas internal, eksternal yang berpengaruh dalam pencapaian tujuan tersebut), di mana suatu perencanaan menetapkan suatu tujuan yang dapat dicapai setelah memperlihatkan pembatas internal dan eksternal, memilih serta menetapkan langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut.
4.Tingkatan keempat (faktor pembatas ketiga internal, eksternal pengaruhnya cukup besar serta kita tidak bisa mengendalikannya), di mana perencanaan untuk mengetahui dan menganalisis kondisi saat ini, meramalkan perkembangan berbagai faktor noncontrollable yang relevan, memperkirakan faktor pembatas, menetapkan tujuan sasaran yang diperkirakan dapat dicapai, serta mencari langkah untuk mencapai tujuan tersebut.
Unsur-Unsur Perencanaan
Kata perencanaan (planning) merupakan istilah umum yang sangat luas cakupan kegiatannya. Para ahli telah mendefinisikan kata perencanaan dengan kalimat-kalimat berbeda-beda, tergantung aspek apa yang ditekankan. Akan tetapi, dapat disimpulkan bahwa di dalam perencanaan mencakup pengertian sebagai berikut.
a.Penentuan terlebih dahulu apa yang akan dikerjakan
b.Penentuan serangkaian kegiatan untuk mencapai hasil yang diinginkan
Rencana (plan) adalah produk dari proses perencanaan yang dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu melalui tahap-tahap kegiatan. Setiap rencana paling tidak memiliki 3 unsur pokok, yaitu
a.Titik Tolak
Merupakan kondisi awal dari mana kita berpijak di dalam menyusun rencana dan sekaligus dan sekaligus nantinya menjadi landasan awal untuk melaksanakan rencana tersebut
b.Tujuan (Goal)
Suatu keadaan yang ingin dicapai di masa yang akan datang. Tujuan yang jelas akan mempermudah perencana dalam penyusunan perencanaan.
c.Arah
Arah rencana merupakan pedoman untuk mencapai rencana dengan cara yang legal, efisien, dan terjangkau oleh pelaksana. Apabila suatu rencana tidak dilengkapi pedoman yang jelas maka pencapaian tujuan tidak efektif dan terjadi pemborosan pemakaian sumber daya dan waktu.
Serta beberapa beberapa unsur pendukung lainnya :
a.Whiseses (keinginan, cita-cita)
Perencanan dibuat oleh perencana untuk mendapatkan hasil yang diinginkan.
Perencana memiliki keinginan dalam hasil yang akan dipacapai dan memiliki perencanaan yang sesuai keinginan trsebut.
b. Resources (sumber daya alam, manusia, modal, dan informasi)
Sumber daya alam harus dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan untuk mendukung suatu perencanaan. Perencana harus mampu mendayagunakan suber daya alam dengan kemampuan sumber daya manusia yang bagus. Kelengkapan informasi juga dibutuhkan dalam pentusunan perencanan sebab, informasi yang valid memberikan masukan dalam pengambilan keputusan dalam perencanaan.
c. Effective and Efficient (hasil guna dan daya guna)
Perencanaan membutuhkan ketepatan dalam pengambilan keputusan yang sesuai dengan tujuan.
e. Space, location (ruang)
Lokasi merupakan objek yang menjadi sasaran dalam suatu perencanaan. Lokasi juga dianggap sebagai subjek perencanaan sebab, dalam merencanakan suatu wilayah perencanan harus mengetahui kondisi lokasi tersebut dan mengadaptasikan.
f. Time, future oriented
Hasil perencanaan tidak haya bertujuan untuk waktu sekarang tetapi juga berorientasi untuk masa yang akan datang (sustainable).
Tiga unsur-unsur pokok rencana tersebut sifatnya wajib bagi setiap rencana. Apabila salah satu unsur rencana tidak ada maka rencana menjadi tidak bermanfaat atau sulit dilaksanakan. Seperti yang digambarkan pada ilustrasi dibawah ini:
Gambar 1. Rencana Tanpa Arah Gambar 2. Unsur pokok rencana lengkap
Pada gambar 1 menunjukkan rencana tanpa pedoman maka untuk menuju ke tujuan akan dilakukan dengan cara coba-coba. Akibatnya, untuk mencapai tujuan perlu jalur yang lebih panjang yang berarti pemborosan sumber daya. Dibandikan dengan gambar 2, di mana ketiga unsur pokok (titik tolak, tujuan, dan arah) rencana lengkap, sehingga tujuan dicapai dengan cara yang efisien. Untuk menuju kondisi yang akan datang yang lebih baik hanya dapat dicapai melalui perencanaan, hal tersebut disebabkan oleh:
a. Secara rasional, perencanaan disusun berdasarkan data yang cukup dan analisis yang tepat akan memberikan keputusan dan hasil yang baik
b. Dari segi efisiensi, dengan perencanaan dapat meminimalkan biaya dan memaksimalkan manfaat.
Aspek-Aspek Penting dalam Perencanaan
Berbagai aspek penting dalam perencanaan:
1. Perencanaan kota terutama berkaitan erat dengan masalah-masalah kemasyarakatan yang di dalamnya tercakup sekelompok besar klien yang mempunyai kepentingan berbeda-beda.
2. Perencanaan kota merupakan aktifitas yang benar-benar direncanaan dengan matang yang biasanya ditangani oleh orang-orang yang terlatih secara professional sebagai perencana.
3. Tujuan dan sasarannya, serta pranata-pranata untuk mencapainya, sering teramat tidak pasti.
4. Para perencana kota sendiri jarang membuat keputusan, malahan sebaliknyamereka membut berbagai alternative dan rekomendasi bagi pihak-pihak yang dipilih dan ditunjuk untuk mengambil keputusan-keputusan tertentu.
5. Para perencana kota menggunakan berbagai macam alat bantu dan metode-metode khusus untuk menganalisis dan menyajikan berbagai alternatif.
6. Hasil dari hampir semua aktivitas perencanan hanya dapat dilihat setelah 5 sampai 20 tahun setelah keputusan diambil, sehingga menyulitkan umpan balik dan tindakan perbaikan.
Tujuan Perencanaan
Perencanaan memiliki tujuan sebagai berikut.:
1. meningkatkan efisiensi dan rasionalitas. contoh gampang dari peningkatan efisiensi adalah pengadaan publik transport. kan jadi lebih efisien tu dari segi bahan bakar, jumlah kendaraan sampe polusi udara.
2. membantu/meningkatkan pasar, contoh adanya asuransi kesehatan, PLN, yang menyediakan hal-hal esensial bagi masyarakat.
3. mengubah/memperlebar pilihan-pilihan, contohnya bisa dari public transport juga, jadii ada berbagai macam pilihan moda transportasi yang bisa kita pake kalo mau ke tempat2 tertentu.
4. Sebagai pedoman dalam pembangunan
5. Meminimalisasi ketidakpastian
6. Meminimalisasi inefisiensi sumber daya
7. Penetapan standard dan pengawasan kualitas
2.Menurut Anthony J. Catanese, Perencanaan merupakan suatu aktivitas universal manusia, suatu keahlian dasar dalam kehidupan yang berkaitan dengan pertimbangan suatu hasil sebelum diadakan pemilihan di antara berbagai alternatif yang ada.
3.Menurut Ir. Mulyono Sadyohutomo, Perencanaan merupakan fungsi manajemen pertama yang harus dilakukan oleh setiap manajer dan staf.
Dari ketiga pendapat para ahli di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa perencanaan adalah suatu proses pengambilan keputusan yang melibatkan berbagai tahapan skematik dan berurutan dengan mempertimbangkan berbagai batasan-batasan sehingga dapat menghasilkan keputusan yang rasional.
Selain itu perencanaan memiliki empat tingkatan definisi yaitu,
1.Tingkatan pertama (tidak ada faktor pembatas), di mana suatu perencanaan menetapkan suatu tujuan dan memilih langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut.
2.Tingkatan kedua (ada faktor pembatas internal), di mana suatu perencanaan menetapkan suatu tujuan yang dapat dicapai setelah memperhatikan faktor-faktor pembatas dalam mencapai tujuan tersebut, memilih dan menetapkan langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut.
3.Tingkatan ketiga (ada faktor pembatas internal, eksternal yang berpengaruh dalam pencapaian tujuan tersebut), di mana suatu perencanaan menetapkan suatu tujuan yang dapat dicapai setelah memperlihatkan pembatas internal dan eksternal, memilih serta menetapkan langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut.
4.Tingkatan keempat (faktor pembatas ketiga internal, eksternal pengaruhnya cukup besar serta kita tidak bisa mengendalikannya), di mana perencanaan untuk mengetahui dan menganalisis kondisi saat ini, meramalkan perkembangan berbagai faktor noncontrollable yang relevan, memperkirakan faktor pembatas, menetapkan tujuan sasaran yang diperkirakan dapat dicapai, serta mencari langkah untuk mencapai tujuan tersebut.
Unsur-Unsur Perencanaan
Kata perencanaan (planning) merupakan istilah umum yang sangat luas cakupan kegiatannya. Para ahli telah mendefinisikan kata perencanaan dengan kalimat-kalimat berbeda-beda, tergantung aspek apa yang ditekankan. Akan tetapi, dapat disimpulkan bahwa di dalam perencanaan mencakup pengertian sebagai berikut.
a.Penentuan terlebih dahulu apa yang akan dikerjakan
b.Penentuan serangkaian kegiatan untuk mencapai hasil yang diinginkan
Rencana (plan) adalah produk dari proses perencanaan yang dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu melalui tahap-tahap kegiatan. Setiap rencana paling tidak memiliki 3 unsur pokok, yaitu
a.Titik Tolak
Merupakan kondisi awal dari mana kita berpijak di dalam menyusun rencana dan sekaligus dan sekaligus nantinya menjadi landasan awal untuk melaksanakan rencana tersebut
b.Tujuan (Goal)
Suatu keadaan yang ingin dicapai di masa yang akan datang. Tujuan yang jelas akan mempermudah perencana dalam penyusunan perencanaan.
c.Arah
Arah rencana merupakan pedoman untuk mencapai rencana dengan cara yang legal, efisien, dan terjangkau oleh pelaksana. Apabila suatu rencana tidak dilengkapi pedoman yang jelas maka pencapaian tujuan tidak efektif dan terjadi pemborosan pemakaian sumber daya dan waktu.
Serta beberapa beberapa unsur pendukung lainnya :
a.Whiseses (keinginan, cita-cita)
Perencanan dibuat oleh perencana untuk mendapatkan hasil yang diinginkan.
Perencana memiliki keinginan dalam hasil yang akan dipacapai dan memiliki perencanaan yang sesuai keinginan trsebut.
b. Resources (sumber daya alam, manusia, modal, dan informasi)
Sumber daya alam harus dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan untuk mendukung suatu perencanaan. Perencana harus mampu mendayagunakan suber daya alam dengan kemampuan sumber daya manusia yang bagus. Kelengkapan informasi juga dibutuhkan dalam pentusunan perencanan sebab, informasi yang valid memberikan masukan dalam pengambilan keputusan dalam perencanaan.
c. Effective and Efficient (hasil guna dan daya guna)
Perencanaan membutuhkan ketepatan dalam pengambilan keputusan yang sesuai dengan tujuan.
e. Space, location (ruang)
Lokasi merupakan objek yang menjadi sasaran dalam suatu perencanaan. Lokasi juga dianggap sebagai subjek perencanaan sebab, dalam merencanakan suatu wilayah perencanan harus mengetahui kondisi lokasi tersebut dan mengadaptasikan.
f. Time, future oriented
Hasil perencanaan tidak haya bertujuan untuk waktu sekarang tetapi juga berorientasi untuk masa yang akan datang (sustainable).
Tiga unsur-unsur pokok rencana tersebut sifatnya wajib bagi setiap rencana. Apabila salah satu unsur rencana tidak ada maka rencana menjadi tidak bermanfaat atau sulit dilaksanakan. Seperti yang digambarkan pada ilustrasi dibawah ini:
Gambar 1. Rencana Tanpa Arah Gambar 2. Unsur pokok rencana lengkap
Pada gambar 1 menunjukkan rencana tanpa pedoman maka untuk menuju ke tujuan akan dilakukan dengan cara coba-coba. Akibatnya, untuk mencapai tujuan perlu jalur yang lebih panjang yang berarti pemborosan sumber daya. Dibandikan dengan gambar 2, di mana ketiga unsur pokok (titik tolak, tujuan, dan arah) rencana lengkap, sehingga tujuan dicapai dengan cara yang efisien. Untuk menuju kondisi yang akan datang yang lebih baik hanya dapat dicapai melalui perencanaan, hal tersebut disebabkan oleh:
a. Secara rasional, perencanaan disusun berdasarkan data yang cukup dan analisis yang tepat akan memberikan keputusan dan hasil yang baik
b. Dari segi efisiensi, dengan perencanaan dapat meminimalkan biaya dan memaksimalkan manfaat.
Aspek-Aspek Penting dalam Perencanaan
Berbagai aspek penting dalam perencanaan:
1. Perencanaan kota terutama berkaitan erat dengan masalah-masalah kemasyarakatan yang di dalamnya tercakup sekelompok besar klien yang mempunyai kepentingan berbeda-beda.
2. Perencanaan kota merupakan aktifitas yang benar-benar direncanaan dengan matang yang biasanya ditangani oleh orang-orang yang terlatih secara professional sebagai perencana.
3. Tujuan dan sasarannya, serta pranata-pranata untuk mencapainya, sering teramat tidak pasti.
4. Para perencana kota sendiri jarang membuat keputusan, malahan sebaliknyamereka membut berbagai alternative dan rekomendasi bagi pihak-pihak yang dipilih dan ditunjuk untuk mengambil keputusan-keputusan tertentu.
5. Para perencana kota menggunakan berbagai macam alat bantu dan metode-metode khusus untuk menganalisis dan menyajikan berbagai alternatif.
6. Hasil dari hampir semua aktivitas perencanan hanya dapat dilihat setelah 5 sampai 20 tahun setelah keputusan diambil, sehingga menyulitkan umpan balik dan tindakan perbaikan.
Tujuan Perencanaan
Perencanaan memiliki tujuan sebagai berikut.:
1. meningkatkan efisiensi dan rasionalitas. contoh gampang dari peningkatan efisiensi adalah pengadaan publik transport. kan jadi lebih efisien tu dari segi bahan bakar, jumlah kendaraan sampe polusi udara.
2. membantu/meningkatkan pasar, contoh adanya asuransi kesehatan, PLN, yang menyediakan hal-hal esensial bagi masyarakat.
3. mengubah/memperlebar pilihan-pilihan, contohnya bisa dari public transport juga, jadii ada berbagai macam pilihan moda transportasi yang bisa kita pake kalo mau ke tempat2 tertentu.
4. Sebagai pedoman dalam pembangunan
5. Meminimalisasi ketidakpastian
6. Meminimalisasi inefisiensi sumber daya
7. Penetapan standard dan pengawasan kualitas
Jenis-Jenis Perencanaan
Perencanaan terdapat 8 jenis.
Jenis-jenis perencanaan diantaranya adalah :
1. Perencanaan bertujuan jelas Vs perencanaan bertujuan laten
- Perencanaan bertujuan jelas menyebutkan tujuan dan sasaran yang dapat diukur tingkat pencapaiannya.
- Perencanaan bertujuan laten tidak menyebutkan sasaran dan bahkan tujuannya kurang jelas dan sulit diukur.
2. Perencanaan fisik Vs perencanaan ekonomi
- Perencanaan fisik lebih terfokus pada perencanaan sarana dan prasarana.
- Perencanaan ekonomi terfokus pada segi dana untuk pembangunan.
3. Perencanaan alokatif Vs perencanaan inovatif
- Perencanaan alokatif menyukseskan rencana umum yang telah disusun
- Perencanaan inovatif dimungkinkan adanya kebebasan.
4. Perencanaan bertujuan jamak Vs perencanaan bertujuan tunggal
- Perencanaan jamak bila tujuan dan sasaran bersifat jamak
- Perencanaan tunggal bila tujuan dan sasrannya bersifat tunggal
5. Perencanaan indikatif Vs perencanaan imperatif
- Perencanaan indikatif mempunyai output indikasi (tidak tegas) sedangkan imperatif sudah diatur dengan tegas dan jelas dalam pelaksanaan di lapangan.
6. Top Down Vs Bottom up planning
- Top down adalah perencanaan yang langsung dari atas(pemerintah) ke bawah (masyarakat)
- Bottom up adalah perencanaan yang mendengarkan aspirasi rakyat dan kemudian menjadi pemikiran dalam perencanaan oleh pemerintah.
7. Vertical Vs Horizontal planning
- Vertical mengutamakan koordinasi antar berbagai jenjang pada sektor yang sama.
- Horizontal menekankan keterpaduan program antar berbagai sektor pada level yang sama.
8. Perencanaan pertisipatif Vs perencanaan non partisipatif
- Perencanaan partisipatif menggunakan masyarakat sebagai subjek dan objek dalam perencanaan.
Metodologi Perencanaan
Perencana perkotaan mengamabil metode dari berbagai bidang illmu dan memodifikasikannya dan/atau mengembangkan metode-metode baru untuk memperoleh dan menyaring berbagai sumber informasi. Jenis-jenis metode :
1. Proses Perencanaan
2. Perencanaan sebagai rekayasa pengetahuan
3. Perencanaan sebagai problem solving
4. Perencanaan sebagai proses produksi
Pengaruh Pemikiran Filsafat Dunia terhadap Teori Perencanaan
Pemiikiran filsafat dunia adalah pemikiran untuk mencari kebenaran menurut akal manusia, di mana pemikiran tersebut selalu berkembang sejalan dengan perkembangan perdaban manusia. Evolusi pandangan filsafat dunia berpengaruh pula terhadap perkembangan teori perencanaan, dengan urutan perubahan sebagai berikut.
a. Theosentrisme
- Pengaruh dalam perencanaan sebagai fungsi dari kekuatan monarki dan keagamaan
- Model Perencanaan : Authoritarian Planning
b. Utopianisme
- Pengaruh dalam perencanaan sebagai tujuan ideal manusia
- Model Perencanaan : Romantic Planning
c. Positivisme
- Pengaruh dalam perencanaan sebagai fungsi dari rekayasa sosial melalui dominasi ilmu teknik
- Model Perencanaan : Technocratic Planning
d. Rasionalisme
- Pengaruh dalam perencanaan sebagai fungsi rekayasa sosial melalui justifikasi ilmiah
- Model Perencanaan : Rational Comprehensive Planning
e. Fragmatisme
- Pengaruh dalam perencanaan sebagai fungsi dari market
- Model Perencanaan : Utilitarian Planning and Pragmatic Planning
f. Fenomenologi
- Pengaruh dalam perencanaan sebagai fungsi peguatan ekstensi nilai-nilai budaya.
- Model Perencanaan : Organic Planning, Advocacy Planning, Social Planning.
Kekuatan Politik dalam Perencanaan
Kondisi politik menentukan arah penyusunan dan aplikasi perencanaan. Perencanaan. Perencanaan kota dan wilayah erat kaitannya dengan politik. Hal itu disebabkan oleh:
a. Perencanaan senantiasa melibatkan hal yang menyangkut emosi masyarakat miskin.
b. Keputusan perencanaan adalah terlihat nyata sehingga kalau terjadi kesalahan keputusan tidak dapat disembunyikan dan mudah menjadi isu politik.
c. Proses perencanaan harus melibatkanmayarakatsecara langsung karena menyangkut kepentingan sehari-hari masyarakat banyak.
d. Masyarakat merasa mempunyai keahlian dan kedudukan yang sejajar dengan perencana.
e. Keputusan perencana mempunyai dampak yang besar bagi masyarakat pemilik tanah, terutama dampak ekonomis terhadap nilai tanah dan pemanfaatannya.
Berikut beberapa masalah politik yang menyebabkan perencanaan menjadi bermasalah.
a. Sistem politik yang yang tidak demokratis
Kondisi politik yang otokratis, sentralistis, atau fanatisme akan menghasilkan perencanaan yang tidak demokratis.
b. Stabilitas politik
Arah politik yang berubah-ubah akan mengakibatkan perencanaan yang berubah-ubah pula. Perencanaan yang berubah-ubah mengakibatkan pemborosan sumber daya dan tidak terjadinya kesinambungan pembangunan.
c. Dominasi sistem politik
System politik yang terlalu mendominasi perencanaan akan mengalahkan pertimbangan teknis, ekonomis, maupun legalitas. Hasil keputusan menjadi kurang objektif, hanya menguntungkan kelompok tertentu dan kurang berkeadilan.
d. Kesadaran berpolitik masyarakat yang rendah, antara lain:
- tidak dapat menerima perbedaan pendapat
- emosional
- tidak rasional
- tidak mau mengalah
- tidak dapat menerima kekalahan dalam persaingan yang sehat
- fanatik
Dengan kesadaran berpolitik yang renndah maka dalam proses negosiasi di dalam perencanaan akan sulit mencapai consensus. Keputusan yang telah di ambil tidak dapat dijalankan karena tidak didukung oleh pihak yang tidak setuju walau telah terlibat dalam proses pengambilan keputusan tersebut.
e. Dominasi masyarakat awam
Keterlibatan masyarakat awam yang terlalu dominan dapat mengalahkan pertimbangan teknis perencanaan. Akibatnya, rencana kurang dijamin keilmuannya.
f. Money politics
Keputusan rencana yang dipengaruhi oleh uang akan bersifat tidak adil karena hanya akan menguntungkan pihak penyuap. Di samping itu, keadaan tersebut akan menimbulkan frustasi pihak yang dirugikan atau yang memegang prinsip-prinsip idealisme.
1. Perencanaan bertujuan jelas Vs perencanaan bertujuan laten
- Perencanaan bertujuan jelas menyebutkan tujuan dan sasaran yang dapat diukur tingkat pencapaiannya.
- Perencanaan bertujuan laten tidak menyebutkan sasaran dan bahkan tujuannya kurang jelas dan sulit diukur.
2. Perencanaan fisik Vs perencanaan ekonomi
- Perencanaan fisik lebih terfokus pada perencanaan sarana dan prasarana.
- Perencanaan ekonomi terfokus pada segi dana untuk pembangunan.
3. Perencanaan alokatif Vs perencanaan inovatif
- Perencanaan alokatif menyukseskan rencana umum yang telah disusun
- Perencanaan inovatif dimungkinkan adanya kebebasan.
4. Perencanaan bertujuan jamak Vs perencanaan bertujuan tunggal
- Perencanaan jamak bila tujuan dan sasaran bersifat jamak
- Perencanaan tunggal bila tujuan dan sasrannya bersifat tunggal
5. Perencanaan indikatif Vs perencanaan imperatif
- Perencanaan indikatif mempunyai output indikasi (tidak tegas) sedangkan imperatif sudah diatur dengan tegas dan jelas dalam pelaksanaan di lapangan.
6. Top Down Vs Bottom up planning
- Top down adalah perencanaan yang langsung dari atas(pemerintah) ke bawah (masyarakat)
- Bottom up adalah perencanaan yang mendengarkan aspirasi rakyat dan kemudian menjadi pemikiran dalam perencanaan oleh pemerintah.
7. Vertical Vs Horizontal planning
- Vertical mengutamakan koordinasi antar berbagai jenjang pada sektor yang sama.
- Horizontal menekankan keterpaduan program antar berbagai sektor pada level yang sama.
8. Perencanaan pertisipatif Vs perencanaan non partisipatif
- Perencanaan partisipatif menggunakan masyarakat sebagai subjek dan objek dalam perencanaan.
Metodologi Perencanaan
Perencana perkotaan mengamabil metode dari berbagai bidang illmu dan memodifikasikannya dan/atau mengembangkan metode-metode baru untuk memperoleh dan menyaring berbagai sumber informasi. Jenis-jenis metode :
1. Proses Perencanaan
2. Perencanaan sebagai rekayasa pengetahuan
3. Perencanaan sebagai problem solving
4. Perencanaan sebagai proses produksi
Pengaruh Pemikiran Filsafat Dunia terhadap Teori Perencanaan
Pemiikiran filsafat dunia adalah pemikiran untuk mencari kebenaran menurut akal manusia, di mana pemikiran tersebut selalu berkembang sejalan dengan perkembangan perdaban manusia. Evolusi pandangan filsafat dunia berpengaruh pula terhadap perkembangan teori perencanaan, dengan urutan perubahan sebagai berikut.
a. Theosentrisme
- Pengaruh dalam perencanaan sebagai fungsi dari kekuatan monarki dan keagamaan
- Model Perencanaan : Authoritarian Planning
b. Utopianisme
- Pengaruh dalam perencanaan sebagai tujuan ideal manusia
- Model Perencanaan : Romantic Planning
c. Positivisme
- Pengaruh dalam perencanaan sebagai fungsi dari rekayasa sosial melalui dominasi ilmu teknik
- Model Perencanaan : Technocratic Planning
d. Rasionalisme
- Pengaruh dalam perencanaan sebagai fungsi rekayasa sosial melalui justifikasi ilmiah
- Model Perencanaan : Rational Comprehensive Planning
e. Fragmatisme
- Pengaruh dalam perencanaan sebagai fungsi dari market
- Model Perencanaan : Utilitarian Planning and Pragmatic Planning
f. Fenomenologi
- Pengaruh dalam perencanaan sebagai fungsi peguatan ekstensi nilai-nilai budaya.
- Model Perencanaan : Organic Planning, Advocacy Planning, Social Planning.
Kekuatan Politik dalam Perencanaan
Kondisi politik menentukan arah penyusunan dan aplikasi perencanaan. Perencanaan. Perencanaan kota dan wilayah erat kaitannya dengan politik. Hal itu disebabkan oleh:
a. Perencanaan senantiasa melibatkan hal yang menyangkut emosi masyarakat miskin.
b. Keputusan perencanaan adalah terlihat nyata sehingga kalau terjadi kesalahan keputusan tidak dapat disembunyikan dan mudah menjadi isu politik.
c. Proses perencanaan harus melibatkanmayarakatsecara langsung karena menyangkut kepentingan sehari-hari masyarakat banyak.
d. Masyarakat merasa mempunyai keahlian dan kedudukan yang sejajar dengan perencana.
e. Keputusan perencana mempunyai dampak yang besar bagi masyarakat pemilik tanah, terutama dampak ekonomis terhadap nilai tanah dan pemanfaatannya.
Berikut beberapa masalah politik yang menyebabkan perencanaan menjadi bermasalah.
a. Sistem politik yang yang tidak demokratis
Kondisi politik yang otokratis, sentralistis, atau fanatisme akan menghasilkan perencanaan yang tidak demokratis.
b. Stabilitas politik
Arah politik yang berubah-ubah akan mengakibatkan perencanaan yang berubah-ubah pula. Perencanaan yang berubah-ubah mengakibatkan pemborosan sumber daya dan tidak terjadinya kesinambungan pembangunan.
c. Dominasi sistem politik
System politik yang terlalu mendominasi perencanaan akan mengalahkan pertimbangan teknis, ekonomis, maupun legalitas. Hasil keputusan menjadi kurang objektif, hanya menguntungkan kelompok tertentu dan kurang berkeadilan.
d. Kesadaran berpolitik masyarakat yang rendah, antara lain:
- tidak dapat menerima perbedaan pendapat
- emosional
- tidak rasional
- tidak mau mengalah
- tidak dapat menerima kekalahan dalam persaingan yang sehat
- fanatik
Dengan kesadaran berpolitik yang renndah maka dalam proses negosiasi di dalam perencanaan akan sulit mencapai consensus. Keputusan yang telah di ambil tidak dapat dijalankan karena tidak didukung oleh pihak yang tidak setuju walau telah terlibat dalam proses pengambilan keputusan tersebut.
e. Dominasi masyarakat awam
Keterlibatan masyarakat awam yang terlalu dominan dapat mengalahkan pertimbangan teknis perencanaan. Akibatnya, rencana kurang dijamin keilmuannya.
f. Money politics
Keputusan rencana yang dipengaruhi oleh uang akan bersifat tidak adil karena hanya akan menguntungkan pihak penyuap. Di samping itu, keadaan tersebut akan menimbulkan frustasi pihak yang dirugikan atau yang memegang prinsip-prinsip idealisme.
Peran perencana dalam sebuah proses
politik didefinisikan sebagai berikut :
1. Sebagai teknokrat dan engineer
Peran ini dimainkan dengan mengambil posisi sebagai advisor bagi para pengambil kebijakan dengan berporos kepada rasionalitas dan pertimbangan ilmiah. Informasi dimanfaatkan sebagai sebuah landasan dalam membangun kekuasaan dan kepentingan.
2. Sebagai birokrat
Perencana sebagai seorang birokrat memiliki fungsi menjaga stabilisasi organisasi dan jalannya roda pemerintahan. Informasi dimanfaatkan sebagai sebuah alat dalam menjaga kepentingan dan keberlangsungan organisasi. Peran ini biasanya disertai oleh kekuasaan yang datang secara formal dan legal kepada perencana.
3. Sebagai Advokat dan Aktivis
Fungsi ini merupakan sebuah manifestasi dari usaha menjembatani masyarakat terhadap hal-hal yang bersifat teknis dari sebuah produk rencana. Selain itu terdapat peran dalam melakukan mobilisasi kekuatan dan potensi masyarakat untuk melakukan perlawanan terhadap dominasi Pemerintah. Informasi dan proses komunikasi diperlakukan sebagai usaha membangun pemahaman masyarakat dan counter-opinion terhadap kebijakan yang merugikan masyarakat.
4. Sebagai Politikus
Politikus identik dengan tujuan pragmatis dan komunalis, sehingga perencana tidak diharapkan untuk bergabung dengan dunia politik. Maksud dari peran ini adalah seorang perencana tidak bisa lepas dari kepentingan dan dalam memperjuangkan kepentingannya, perencana dituntut memiliki perspektif seorang politisi. Seorang politikus memiliki insting dalam berkomunikasi dengan kelompok yang memiliki kepentingan yang berbeda lebih baik.
Keempat peran diatas merupakan refleksi dari posisi perencana dalam proses politik. Proses politik yang terjadi mendesak perubahan paradigma pada dunia perencanaan di Indonesia. Tantangan dan perubahan paradigma di dunia perencana, menuntut perencana untuk dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan.
Dominasi pemerintah terhadap masyarakat hanya melahirkan sebuah sikap apatis dari masyarakat terhadap pemerintah dan produk perencanaan. Sikap apatis yang melahirkan ketidakefisienan dari pelaksanaan perencanaan karena tidak ada dukungan dari masyarakat terhadap produk perencanaan.
Perencanaan Kota di Indonesia
Bila melihat evolusi perencanaan pembangunan kota di Eropa dan Amerika, industrialisasi merupakan salah satu factor pendorong adanya perencanaan pembangunan kota. Hal ini berbeda dengan konteks Indonesia. Terdapat beberapa kondisi yang mempengaruhi factor-faktor dasar kota di Indonesia.
1. Perkembangan kota di Indonesia bukan disebabkan adanya industrialisasi, melainkan karena kurang menguntungkannya kondisi di saerah pedesaan. Kondisis ini mempengaruhi factor-faktor dasar kota di Indonesia, antara lain dalam struktur basis perekonomiannya, di mana terjadi dualisme perekonomian kota, yakni ekonomi modern dan ekonomi tradisional. Kondisi ini memperbesar sector informal di kota, yang pada gilirannya berpengaruh pada struktur fisik kota
2. Keadaan masyarakat khususnya kondisi struktur pemerintah di Indonesia dan organisasi masyarakat tingkat pengetahuan serta kebutuhan dasarnya, dan sebagainya.
3. Keadaan struktur pemerintah di Indonesia yang menganut system perangkan pemerintah daerah (desentralisasi) dan perwakilan daerah (dekonsentrasi)
4. Belum mantapnya bidang dan proses perencanaan kota di Indonesia, sehingga mekanisme pendukungnya belum berjalan lancer
5. Beragamnya jenis kota di Indonesia, terutama menyangkut besaran serta kompleksitas permasalahannya. Hal ini bias dilihat dari beragamnya kota-kota yang ada di Indonesia
Kelima kondisi di atas berpengaruh terhadap model perencanaan yang diterapkan di Indonesia, karena dari berbagai kondisi tersebut diupayakan penerapan model yang sesuai.
Bila kita mengkaji perencanaan pembangunan kota di Indonesia, menurut Sudjana Rochyat, paling tidak terdapat dua pandangan dasar yang dapat diterpkan untuk mengupas permasalahan dan mengenali berbagai problematika perkotaan. Pertama, memandang kota sebagai dimensi fisik dari kehidupan kegiatan usaha manusia yang memberikan berbagai implikasi pada aspek-aspek pembangunan. Kedua, kota dipandang sebagai bagian dari suatu sistem yang menyeluruh dari kehidupan masyarakat yang saling terkait dengan upaya pada aspek-aspek pembangunan lainnya.
Namun, dilihat dari fungsi dan peranan kota sebagai pusat pemukiman penduduk, pusat pendidikan, pusat kegiatan ekonomi, dan sebagainya, menunjukkan bahwa kota tidak hanya dipandang dari dimensi fisik semata, tetapi lebih merupakan bagian dari suatu system yang menyeluruh, yang hal ini akan dilihat pada perjalanan pembangunan kota di Indonesia.
Daftar Pustaka
Allafa. 2008. Teori Perencanaan. http://one.indoskripsi.com/node/6055 ( 9 Maret 2010 )
Catanese, A. & Synder, J. 1979. Introduction to Urban Planning. Diterjemahkan oleh Susongko, Ir. dengan judul: Pengantar Perencanaan Kota. Jakarta: Erlangga.
____________, 1989. Urban Planning, Second Edition. Diterjemahkan oleh Susongko, Ir. dengan judul: Perencanaan Kota, Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga.
Conyers, Diana. & Hill, Peter. 1984. An Introduction to Development Planning in The Third World. Scotland: The Pitman Press Ltd, Bath, Avon
Gallion, A & Eisner, S. 1997. Introduction to Urban Planning. Diterjemahkan oleh Susongko, Ir. dengan judul: Pengantar Perencanaan Kota. Jakarta: Erlangga.
Micania, 2008. Teori Perencanaan. http://micania.blogspot.com ( 9 Maret 2010 )
Nurmadi, Achmad. 2006. Manajemen Perkotaan. Yogyakarta: Sinergi Publishing
Sadyohutomo, Mulyono. 2008. Manajemen Kota dan Wilayah. Bandung: Bumi Aksara
Soedjono, Rochyat. 1995. Perencanaan Kota di Indonesia. Bandung: PT Alumni. Dalam Sadyohutomo, Mulyono. Manajemen Kota dan Wilayah. Bandung: Bumi Aksara
1. Sebagai teknokrat dan engineer
Peran ini dimainkan dengan mengambil posisi sebagai advisor bagi para pengambil kebijakan dengan berporos kepada rasionalitas dan pertimbangan ilmiah. Informasi dimanfaatkan sebagai sebuah landasan dalam membangun kekuasaan dan kepentingan.
2. Sebagai birokrat
Perencana sebagai seorang birokrat memiliki fungsi menjaga stabilisasi organisasi dan jalannya roda pemerintahan. Informasi dimanfaatkan sebagai sebuah alat dalam menjaga kepentingan dan keberlangsungan organisasi. Peran ini biasanya disertai oleh kekuasaan yang datang secara formal dan legal kepada perencana.
3. Sebagai Advokat dan Aktivis
Fungsi ini merupakan sebuah manifestasi dari usaha menjembatani masyarakat terhadap hal-hal yang bersifat teknis dari sebuah produk rencana. Selain itu terdapat peran dalam melakukan mobilisasi kekuatan dan potensi masyarakat untuk melakukan perlawanan terhadap dominasi Pemerintah. Informasi dan proses komunikasi diperlakukan sebagai usaha membangun pemahaman masyarakat dan counter-opinion terhadap kebijakan yang merugikan masyarakat.
4. Sebagai Politikus
Politikus identik dengan tujuan pragmatis dan komunalis, sehingga perencana tidak diharapkan untuk bergabung dengan dunia politik. Maksud dari peran ini adalah seorang perencana tidak bisa lepas dari kepentingan dan dalam memperjuangkan kepentingannya, perencana dituntut memiliki perspektif seorang politisi. Seorang politikus memiliki insting dalam berkomunikasi dengan kelompok yang memiliki kepentingan yang berbeda lebih baik.
Keempat peran diatas merupakan refleksi dari posisi perencana dalam proses politik. Proses politik yang terjadi mendesak perubahan paradigma pada dunia perencanaan di Indonesia. Tantangan dan perubahan paradigma di dunia perencana, menuntut perencana untuk dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan.
Dominasi pemerintah terhadap masyarakat hanya melahirkan sebuah sikap apatis dari masyarakat terhadap pemerintah dan produk perencanaan. Sikap apatis yang melahirkan ketidakefisienan dari pelaksanaan perencanaan karena tidak ada dukungan dari masyarakat terhadap produk perencanaan.
Perencanaan Kota di Indonesia
Bila melihat evolusi perencanaan pembangunan kota di Eropa dan Amerika, industrialisasi merupakan salah satu factor pendorong adanya perencanaan pembangunan kota. Hal ini berbeda dengan konteks Indonesia. Terdapat beberapa kondisi yang mempengaruhi factor-faktor dasar kota di Indonesia.
1. Perkembangan kota di Indonesia bukan disebabkan adanya industrialisasi, melainkan karena kurang menguntungkannya kondisi di saerah pedesaan. Kondisis ini mempengaruhi factor-faktor dasar kota di Indonesia, antara lain dalam struktur basis perekonomiannya, di mana terjadi dualisme perekonomian kota, yakni ekonomi modern dan ekonomi tradisional. Kondisi ini memperbesar sector informal di kota, yang pada gilirannya berpengaruh pada struktur fisik kota
2. Keadaan masyarakat khususnya kondisi struktur pemerintah di Indonesia dan organisasi masyarakat tingkat pengetahuan serta kebutuhan dasarnya, dan sebagainya.
3. Keadaan struktur pemerintah di Indonesia yang menganut system perangkan pemerintah daerah (desentralisasi) dan perwakilan daerah (dekonsentrasi)
4. Belum mantapnya bidang dan proses perencanaan kota di Indonesia, sehingga mekanisme pendukungnya belum berjalan lancer
5. Beragamnya jenis kota di Indonesia, terutama menyangkut besaran serta kompleksitas permasalahannya. Hal ini bias dilihat dari beragamnya kota-kota yang ada di Indonesia
Kelima kondisi di atas berpengaruh terhadap model perencanaan yang diterapkan di Indonesia, karena dari berbagai kondisi tersebut diupayakan penerapan model yang sesuai.
Bila kita mengkaji perencanaan pembangunan kota di Indonesia, menurut Sudjana Rochyat, paling tidak terdapat dua pandangan dasar yang dapat diterpkan untuk mengupas permasalahan dan mengenali berbagai problematika perkotaan. Pertama, memandang kota sebagai dimensi fisik dari kehidupan kegiatan usaha manusia yang memberikan berbagai implikasi pada aspek-aspek pembangunan. Kedua, kota dipandang sebagai bagian dari suatu sistem yang menyeluruh dari kehidupan masyarakat yang saling terkait dengan upaya pada aspek-aspek pembangunan lainnya.
Namun, dilihat dari fungsi dan peranan kota sebagai pusat pemukiman penduduk, pusat pendidikan, pusat kegiatan ekonomi, dan sebagainya, menunjukkan bahwa kota tidak hanya dipandang dari dimensi fisik semata, tetapi lebih merupakan bagian dari suatu system yang menyeluruh, yang hal ini akan dilihat pada perjalanan pembangunan kota di Indonesia.
Daftar Pustaka
Allafa. 2008. Teori Perencanaan. http://one.indoskripsi.com/node/6055 ( 9 Maret 2010 )
Catanese, A. & Synder, J. 1979. Introduction to Urban Planning. Diterjemahkan oleh Susongko, Ir. dengan judul: Pengantar Perencanaan Kota. Jakarta: Erlangga.
____________, 1989. Urban Planning, Second Edition. Diterjemahkan oleh Susongko, Ir. dengan judul: Perencanaan Kota, Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga.
Conyers, Diana. & Hill, Peter. 1984. An Introduction to Development Planning in The Third World. Scotland: The Pitman Press Ltd, Bath, Avon
Gallion, A & Eisner, S. 1997. Introduction to Urban Planning. Diterjemahkan oleh Susongko, Ir. dengan judul: Pengantar Perencanaan Kota. Jakarta: Erlangga.
Micania, 2008. Teori Perencanaan. http://micania.blogspot.com ( 9 Maret 2010 )
Nurmadi, Achmad. 2006. Manajemen Perkotaan. Yogyakarta: Sinergi Publishing
Sadyohutomo, Mulyono. 2008. Manajemen Kota dan Wilayah. Bandung: Bumi Aksara
Soedjono, Rochyat. 1995. Perencanaan Kota di Indonesia. Bandung: PT Alumni. Dalam Sadyohutomo, Mulyono. Manajemen Kota dan Wilayah. Bandung: Bumi Aksara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar