Dokumen



RANGKUMAN HUKUM TATA RUANG

Penataan ruang adalah proses perencanaan ruang, pemanfaatan ruang, pengendalian ruang.
4 fakta mengapa hukum tata ruang diperlukan:
  • ruang pada dasarna tidak bertambah, sifatnya tetap, sedangkan kebutuhan terus bertambah.
  • Konsekuensi dari bertambahnya kebutuhan akan ruang adalah timbulnya konflik, sengketa, friksi, benturan antara satu pihak dgn pihak lain
  • Masyarakat butuh kepastian sampai kapan dia bisa menempati ruang
  • Kerapkali terjadi kesenjangan antara orang yang memiliki akses ruang dengan masyarakat yang terbatas akses pada ruang
Tujuan dari hadirnya hukum tata ruang?
Tujuannya adalah untuk menjamin kepastian hukum, sebagai pedoman penerbitan izin kepemilikan ruang, sebagai instrumen pengendalian dari pemanfaatan ruang, dengan metode perencanaan, pemanfaatan, pengendalian diharapkan munculnya hasil positif berupa keteraturan.
Objek studinya:
  • Bagaimana kita membuat perencanaan ruang yang intinya berbicara mengenai perencanaan ruang/ perencaan peruntukan,.
  • Pengaturan pemanfaatan ruang yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
  • Pengendalian peamanfaatan ruang dengan menggunakan perencanaan ruang, pengaturan pemanfaatan ruang dan instrumen pengendalian berupa pemberian sankksi, insentif dan disinsentif, dll.
Objek studi penataan ruang terdiri dari 5 aspek, yaitu:
  • Bagaimana hukum mengatur penataan ruang
  • Sejauhmana penataan ruang memngaruhi kegiatan masyarakat yang berada disekitar pembangunan ruang tersebut.
  • Ruang harus memiliki nilai sosial, berguna untuk kepentingan sosial
  • Ruang merupakan seperangkat hak
  • Aspek wewenang pemerintah.
Metode pembelajaran HTR
Yuridis normatif, menggunakan hukum positif dalam mempelajari HTR, yang artinya UU dijadikan dasar untuk mengkaji, mengkahayati dan memahami HTR.
Yuridis sosiologis, yaitu mengenai bagaimana HTR diterapkan dalam kehidupan masyarakat/ diimplementasikan dalam masyarakat.
Yuridis teknis, untuk mengkaji alasan teknis kenapa aturan dibuat, dan kenapa aturan tersebut harus dibuat.
Prinsip-prinsip dasar dalam HTR:
1. Prinsip tanggung jawab negara, pada intinya ada 3 :
  • Responsibilty, perencanaan dan penataan ruang merupakan tanggung jawab dari pemerintah.
  • Akuntability, pemerintahan yang bertanggung jawab
  • Liabilty, apabila dia gagal dalam melaksanakan tanggung jawabnya, dengan kata lain pemerintah tdaklah akuntabel, maka pemerintah harus mempertanggung jawabkan perbuatannya secara hukum.
Pada pasal 7 UUTR dikatakan bahwa negara bertanggung-jawab melakukan perencanaan, pleksanaan, pemanfaatan  ruang untuk sebesar0besarnya kemakmuran rakyat. Negara diberi kewenangan atributif untuk melaksanakan penataan ruang secara:
  • Asli, artinya kewenangan tersebut langsung diciptakan dari UU
  • Kuat, tidak dapat dikurangi atau dilebihi kewenangannya (bersifat pasti)
  • Penuh, artinya kewenangan tersebut tak terbagi-bagi.
Apabila negara gagal dalam memenuhi kemakmuran rakyat maka yang bertanggung jawab adalah pemerintah daerah. (pasal 7 ayat 2 dab 3 UUTR). Pembangunan haruslah didasarkan pada asas kemakmuran rakyat, pembangunan dan manfaatnya harus merata di tingkat daerah untuk menghindari disparitas. Ada 5 aspek yang harus menjadi perhatian dalam penataan ruang:
  • Peruuan
  • Aparat pemerintah dan penegak hukum
  • Masyarakat
  • Budaya hukum
  • Sarana sarannya
2. Prinsip manfaat ekonomi/sosial, artinya ruang dapat diukur dengan ukuran ekonomi, maksudnya adalah bahwa pembangunan ruang haruslah dapat meningkatkan nilai ruang, karena setiap orang berhak atas pertambahan nilai ruang.
Biasanya berhubungan dengan: lokasi, peruntukan, kepastian hak dan keamanan
Hal ini berkaitan dengan Penjaminan pemerintah pada investor:
  • Kepastian dalam penyediaan dalam infrastruktur
  • Kepastian dalam perizinan
  • Kepastian dalam ketersediaan SDM/ tenaga ahli
  • Kepastian dalam pengaturan pajak dan retribusi
  • Kepastian dalam mudahnya mendapatkan akses kepada lembaga keuangan dan pembiayaan
Lokasi : berhubungan dengan gengsi, image atau pencitraan dari sebuah ruang
Kepastian peruntukan :  behubungan dengan lama izin ruang
Kepastian hak: kepastian mengenai status tanahnya dan hak2 apa saja yang melekat pada tanah tersebut
Keamanan: pemerintah harus menjamin tanah atau ruang harus terjamin keamanannya.
Infrastruktur: jaminan pemerintah berupa infrastruktur yang baik (jalan, listrik, telekomunikasi, dll.)
Perizinan, kepastian mengenai berapa lama, berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan izin ruang.
Pajak, kepastian mengenai besarnya pajak, pengaturan pajak dan tempat bayar pajak
3. Prinsip subsidiaritas, mengenai :
Subsidiaritas kewenangan, mengenai bagaimana pemerintah kita memberdayakan satuan pemerintah yang lebih rendah terlebih dahulu untuk menata ruang, apabila dianggap tidak mampu maka akan diserahkan pada satuan pemerintah yang lebih tinggi(sistem bottom up).
Yang dimana dalam pelaksanaannya didasarkan pada kebutuhan dan potensi yang ada pada masyarakat yang tinggal diwilayah kerja pemerintah tersebut dan juga didasarkan pada kebutuhan, kemampuan dan potensi masyarakat pada wilayah kerja pemerintah tersebut.
Subsidiaritas dalam pengawasan, pengawasan pada dasarnya ada untuk memastikan tingkat kepatuhan dari kegiatan tata ruang tersebut. mendayagunakan pengawasan pada line ke 1 dahulu (pemberi izin), kemudian apabila tidak mampu mngerjakannya sendirian maka akan di support oleh line ke 2 (pemerintah)  fungsi line ke 2 itu sendiri adalah untuk mengawasi line 1, kalau-kalau line 1 tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.
Subsidiaritas pengenaan sanksi,menggunakan terlebih dahulu sanksi yang paling rendah lalu ke meningkat kepada sanksi yang lebih tinggi. pada pelanggar peraturan, namun apabila apa yang dilakukannya tersebut sudah membahayakan keselamatan umum maka akan langsung dikenakan sanksi yang lebih berat, bisa pembongkaran, pencabiutan izin, bahkan sanksi pidana (apabila pemanfaatan ruang tersebut telah memakan korban)
Umumnya dalam sanksi-sanksi yang diberikan dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang:
Peringatanà denda à diperintahkan dalam pengurusan izin
Sanksi pidana baru di terapkan apabila si pelaku membangun bangunan di daerah yang bukan peruntukannya dan kemudian menimbulkan korban jiwa.
Catatan : bottom up planning dilakukan dengan cara menampung aspirasi dari masyarakat di pemerintah desa dengan jalan musyawarah, yang kemudian dilanjutkan pada tahap kecamatan sampai akhirnya diakhiri ke tingkat kabupaten/kota yang kemudian melahirkan perda.
Dalam perencanaan RTRW haruslah realistis, disesuaikan dengan potensi dan kebutuhan wilayah, juga harus direncanakan dengan pasti, tidak serta merta, berjangka panjang, dan didukung dengan dukungan ekonomi.
4. Prinsip berkelanjutan, yang terdiri dari prinsip,:
  • Prinsip kehati-hatian, yang artinya dalam penataan ruang haruslah direncanakan terlebih dahulu dan tidak serta merta.
  • Prinsip keadilan intra dan antar generasi, yang artinya dalam penataan ruang harus memerhatikan aspek lingkungan yang dimana hal tersebut akan diwariskan pada generasi berikutnya.
  • Menyadari bahwa ruang bersifat bersifat terbatas, Yang artinya dalam RTRW haruslah memerhatikan daya tampung dan daya dukung ruang.
  • Pendekatan ekosistem
  • Asas siapa yang merusak maka dia yang harus membayar.
Hal ini berkaitan dengan :
Ø  Good Governance,  keserasian, keselarasan, dan keseimbangan dlam penataan ruang
Ø  Good environmental Governance, perencanaan ruang haruslah memerhatikan aspek lingkungan.
Ø  Good Sustainable Development Governance, pasal2 dalam tata ruang haruslah bersifat pembangunan berkelanjutan, yaitu memadukan aspek lingkungan ekonomi, dan social. Juga program-program lain dari GSDG adalah: untuk mengentaskan kemiskinan, mengubah pola produksi dan konsumsi yang tidak berkelanjutan, mengolah pemanfaatan SDA untuk manfaat masyarakat di tempat SDA itu berada.
Ø  Good social planning governance, perencanaan ruang haruslah memerhatikan aspek social, jangan sampai pembangunan ruang hanya akan memperlebar jurang kesenjangan antara masyarakat yang mampu mendapat akses ruang dengan yang tidak.
catatan:
  • kemisikinan  selalu berkaitan dengan exploitasi sumber daya alam yang ada pada ruang, dikarenakan si miskin tidak mampu mendapatkan hasil SDA secara resmi.
  • Pola produksi dan konsumsi berkelanjutan adalah pola hidup yang hemat dan ramah lingkungan.
  • Corporate social responsibilities
5. Prinsip keragaman hukum
Harus disadari bahwa di indonesia terdapat pluralisme hukum, baik itu hukum  eropa, hukum adat maupun hukum agama. Maka dari itu dalam pembangunan ruang haruslah memiliki cir-ciri dan keunikannya sendiri.
6. Prinsip partisipasi masyarakat
masyarakat ikut serta dalam proses pengambilan keputusan, evaluasi, dan implementasi dalam kegiatan yang ada hubungannya dengan kepentingan masyarakat. Yaitu dalam penataan ruang. Hal ini adalah wujud dari demokrasi.
Partisipasi masyarakat dalam penataan ruang memberi manfaat tersendiri bagi masyarakat, yaitu bertambahnya  wawasan masyarakat mengenai penataan ruang yang dimana wawasan tersebut didapat dari penyuluhan dari para ahli, meningkatnya produksi dan produktifitas, juga dapat menstabilkan distribusi pendapatan (munculnya lapangan kerja).Melibatkan masyarakat dalam penataan ruang merupakan kewajiban pemerintah dalam rangka pelayanan publik.
Kenapa pemerintah wajib melibatkan dalam pembangunan ruang, karena masyarakat memiliki hak untuk terlibat dalam hal tersebut, hak-hak tersebut dapat berupa:
Hak masyarakat dari aspek demokrasi/politik, termasuk didalamnya hak :
Ø  Hak atas informasi, masyarakat berhak mendapat informasi tata ruang baik diminta atau tidak.
Ø  Hak untuk melakukan penelitian dan pengkajian, hak untuk meneliti dan mengkaji mengenai apa yang harus dilakukan pada ruang.
Ø  Hak untuk menyatakan pendapat, hak untuk menyatakan setuju atau tidak mengenai pembangunan ruang.
Ø  Hak untuk memengaruhi proses pengambilan keputusan, hak untuk menjamin bahwa pengkajian kemasyarakat benar-benar diperhitungkan dalam pembangunan ruang.
Ø  Hak untuk melakukan pengawasan

Hak  masyrakat dari segi ekonomi, termasuk didalamnya adalah:
hak atas kesejahteraan (pasal 33-34 UUD 45),artinya apabila pemerintah membutuhkan lahan yang dimiliki masyarakat untuk kepentingan publik maka pemerintah harus memberikan kompensasi yang layak pada masyarakat yang lahannya digusur tersebut.
Hak atas keadilan, apabila ada pelanggaran terhadap hak-hak masyarakat, masyarakat dapat mengajukan keberatan.
Hak masyarakat dari segi hukum, apabila pemerintah mengetahui ada pelanggaran ruang/ lingkungan tetapi pemerintah lalai/ abai terhadap pelanggaran tersebut maka pemerintah dapat dianggap turut serta dalam kejahatan tersebut. Artinya masyarakat dapat mengakan keadilannya sendiri.
Catatan :
Sifat-sifat dari peran serta masyarakat, haruslah bebas, langsung dan tanpa pamrih.
Syarat untuk ikut serta dalam penataan ruang:
  • Ada kesempatan dan kemampuan untuk ikut serta dalam pembangunan ruang, caranya dengan diberi informasi.
  • Adanya kesadaran dan kemauan untuk ikut serta
Faktor penghambat dalam peran serta masyarakat dalam penataan ruang :
  1. Masyarakat tidak menyadari hak-haknya dilanggar
  2. Masyarakat tidak tahu tentang adanya upaya-upaya hukum tuk melindungi kepentingannya
  3. Tidak berdaya tuk memanfaatkan upaya-upaya hukum karena faktor keuangan, psikis, sosial dan politik
  4. Tidak punya pengalaman menjadi anggota organisasi yang memperjuangkan kepentingannya
  5. Memiliki trauma dalam proses interaksi dan penegakan hukum
Fungsi pemeriintahan
  • Mengatur
  • Melaksanakan hukum
  • Perlindungan hukum
  • Menyelenggarakan kesejahteraan hukum
Secara umum pengertian Tanggung Jawab Pemerintahan adalah kewajiban penataan hukum (compulsory compliance) dari negara atau pemerintah atau pejabat pemerintah atau pejabat lain yang menjalankan fungsi pemerintahan sebagai akibat adanya.
Pasal 7 UUTR
(1) Negara menyelenggarakan penataan ruang untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), negara memberikan kewenangan penyelenggaraan penataan ruang kepada Pemerintah dan pemerintah daerah.
(3) Penyelenggaraan penataan ruang sebagaimanadimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan tetapmenghormati hak yang dimiliki orang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pada intinya karena negara memiliki tanggung jawab secara hukum dalam penataan ruang berdasarkan prinsip tangggung jawab maka agar penataan ruang lebih efektif maka dalam perencanaan ruang negara memberikan wewenangnya kepada pemerintah daerah untuk melaksanakan perencanaan  dan pembangunan ruang yang tetap memerhatikan dan menghormati hak-hak orang-orang sesuai dengan ketentuan UU. Juga negara melaksanakan penataan ruang sebesar-besar kemaknmuran dan kesejahteraan rakyat.
Dalam pembangunan ruang pula negara wajib memerhatikan dampak-dampak pembangunan pada ekonomi masyarakat, sesuai dengan fungsi negara yaitu mensejahterakan rakyat.
Strategi kebijakan penataan ruang
1. Peruuan
peruuan yang dibuat haruslah bersifat akomodatif, kolaboratif, aspiratif, partisipatif
juga harus didasarkan pada good process, yaitu menjamin hak-hak pembentukan peruuan yang demokratis.
Berdasarkan prinsip partisipatif dalam peruuan, ada 3 golonan masyarakat yang berhak terlibat dalam pembuatan uu:
  • Masyarakat yang terkena akibat langsung diberlakukannya UU tersebut
  • Pembayar pajak
  • Seorang ahli, seorang yan memiliki kemampuan dibidang itu
Ukuran terlibat/tidaknya masyarakat dalam perencanaan ruang :
Ø  Adanya hak dan kewajiban baru/meniadakan kewajiban (persoonengesied)
Ø  Keadaan fisik, keadaan yang dirasakan akan memengaruhi keadaannya
Ø  Faktor waktu
Ø  Media/metode apa yang digunakan sehingga orang dapat terlibat dalam perencanaan ruang:
Ø  Masyarakat diberi keterangan oleh pemerintah
Ø  Adanya/ terbukanya public comment
Ø  Kesepakatan/consensus
Alat ukur untuk menentukan apakah konsensus / keterlibatan masyarakat memiliki daya ikat atau tidak adalah apabila dalam pembuatan UU tersebut memiliki atau telah memenuhi prinsip good process atau tidak. Ukurannya adalah perencanaan ruang haruslah akomodatif, kolaboratif, aspiratif, partisipatif
UU 26. 2007 mengatur mengenai perencanaan ruang, padadasarnya perencanaan ruang itu sendiri terdiri dari : perencanaan à pemanfaatan à pengendalian
Perencanaan, perencanaan pada dasarnya terdiri dari 2 aspek :
  • Bagaimana prosesnya terjadi (apa yang harus dilakukan)
  • Apa isinya
Proses perencanaan ruang itu sendiri harus memenuhi beberapa syarat :
  • Harus didasarkan hasil pengkajian, informasi yang memadai, data yang baik (data)
  • Harus dilakukan oleh orang yang punya kemampuan dibidang penataan ruang (SDM)
  • Adanya political will dalam penataan ruang
  • Adanya dukungan masyarakat
Manfaat dan fungsi dari penataan ruang:
  • Mengetahui betapa pentingnya penataan ruang
  • Merupakan arahan atau pedoman penerbitan izin
  • Penegakan hukum
  • Memudahkan dalam tahap evaluasi
Bagaimana proses itu berlangsung:
  • Harus berdasarkan Good Process
  • Harus berdasarkan Good Norm
Ada 4 hal yang harus dilakukan dan diperhatikan dalam substansi tataruang,
  • Adanya problema masalah dan potensi
  • Adanya muatan dan kerangka waktu
  • Adanya sturn atau pengendalian
  • Adanya pengkajian masalah dan potensi pada ruang seperti:
Ø  Adanya data yang berisi berisi daya tampung ruang, daya dukung ruang, yang menjelaskan sifat dan karaketristik ruang
Ø  Menjelaskan kegiatan apa saja yang terdapat pada ruang
Ø  Apa saja hak yang melekat pada ruang tersebut
Ø  Adanya potensi bencana yang telah diperhitungkan terlebih dahulu
Ø  Penuangannya dalam peraturan daerah nasional
Pemberlakuannya seperti apa:
  • Pemberlakuannya bersifat hierarkis
  • Pemberlakuannya harus bersifat komplementer tidak boleh terdapat kesenjangan, semacam GAP, atau bidang tata ruang yang tidak teratur
  • Harus ada konsistensi dalam pengelolaan tata ruang/ dalam peruntukan ruang
Evaluasi dilakukan 5 tahun sekali, perencanaan ruang dilakukan 20 tahun sekali, evaluasi sangat penting dalam penataan ruang, karena evaluasi sendiri adalah salah satu bagian dari upaya pengendalian dalam pemanfaatan ruang.
Ada beberapa cara dalam melakukan evaluasi:
Konsep lampu sorot (proyeksi), jadi proses perencanaan ruang dari awal sampai akhir tidak boleh berubah, hal ini dalikukan demi kepastian hukum, meskipun yang boleh berubah hanyalah bersifat sektoral saja.
Metode bertahap, yang dimana dasar pemikirannya adalah bahwa seorang planolog tidak dapat memerhitungkan kondisi 20 tahun mendatang, maka pada masa evaluasi setiap 5 tahun sekali seorang legislatif dapat merubah perencanaan ruang.
2. pemanfaatan ruang
pemanfaatan ruang merupakan bagian dari penataan ruang. Pemanfaatan ruang dalam arti sempit berarti aktivitas budi daya. Secara hukum pemanfaatan berarti aktivitas konservasi, budi daya dan perlindungan. (lihat definisi pola ruang)
Setiap pemanfaatan dari ruang dilakukan berdasarkan program, dan bukan dibiarkan begitu saja (secara spontan).
Budi daya adalah suatu kegiatan yang non konservasi dan nonperlindungan, nonpelestarian
Konservasi sumber daya alam adalah pengelolaan sumber daya alam untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan kesinambungan ketersediannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya.
Secara konspetuual, apa yang harus diperhatikan dalam pemanfaatan ruang.
  • Bagaimana peraturan peruuan di bidang tata ruang menjadi acuan, landasan, rujukan penataan ruang, juga menjadi petunjuk untuk sektor2 lain.
  • Perlu adanya harmonisasi dalam peruuan tata ruang, agar tidak terjadi tumpang tindih di dalam peraturan yang lain.
  • Perlu adanya lembaga yang terkoordinasi yang melakukan penyelarasan di bidang tata ruang tuk memastikan tidak ada konflik di dalam peruntukan tata ruang. Juga tidak ada konflik didalam aturan masing2 sektor.
3. pengendalian pemanfaatan ruang, untuk mengendalikan pemanfaatan tata ruang sesuai dengan rencana tata ruang.
Instrumen pengendalian ruang ( pasal 35 UUTR)
  • Peraturan zonasi
  • Perizinan
  • Pengawasan à pasal 55 (yang merupakan bagian dari pengendalian)
  • Insentif dan disinsentif
  • Pengenaan sanksi dan penertiban
Peraturan zonasi, dokumen hukum yang dapat memastikan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dalam pemanfaatan ruang secara rinci mengenai kewajiban apa saja dalam pemanfaatan ruang.
Penjelasan Pasal 36 Ayat (1) uu. No. 26 2007 UUTR
Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur pemanfaatan ruang dan unsur-unsur pengendalian yang disusun untuk setiap zona peruntukan sesuai dengan rencana rinci tata ruang. Peraturan zonasi berisi ketentuan yang harus, boleh, dan tidak boleh dilaksanakan pada zona pemanfaatan ruang yang dapat terdiri atas ketentuan tentang amplop ruang (koefisien dasar ruang hijau, koefisien dasar bangunan, koefisien lantai bangunan, dan garis sempadan bangunan), penyediaan sarana dan prasarana, serta ketentuan lain yang dibutuhkan untuk mewujudkanruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Ketentuan lain yang dibutuhkan, antara lain, adalah ketentuan pemanfaatan ruang yang terkait dengan keselamatan penerbangan, pembangunan pemancar alat komunikasi, dan pembangunan jaringan listrik tegangan tinggi
Rencana tata ruang adalah pedoman dalam pembuatan peraturan zonasi
Perizinan, keputusan tata usaha negara yang diberikan pada perorangan tertentu / badan hukum untk melakukan perbuatan yang pada dasarnya perbuatan tersebut dilarang. Hukum administrasi sehingga pemegang izin memiliki keabsahan dalam perbuatannya tersebut. (atau dapat dibilang izin merupakan instrumen mendapatkan pengecualian dalam larangan dalam aturan)
Apabila izin dikeluarkan tanpa pengawasan maka cenderung akan ada penyimpangan dalam implementasinya dilapangan. Pengawasan dilakukan melalui : pemantauan, pelaporan dan evaluasi.
Seperangkat insentif dan disinsentif, semacam reward and punsihment dalam pemanfaatan ruang, dalam insentif (reward) apabila masyarakat melakukan seuatu perbuatan yang melebihi kewajibannya dalam pemanfaatan ruang  ( misalnya menanam banyak pohon di halaman rumahnya padahal dalam aturan hanya di syaratkan satu pohon saja untuk tiap rumah) maka pemerintah akan memberikan penghargaan berupa : pemotongan pajak, diberi fasilitas berupa infrastruktur yang baik, dll.
Penjelasan Pasal 38 Ayat (5)
Insentif dapat diberikan antarpemerintah daerah yang saling berhubungan berupa subsidi silang dari daerah yang penyelenggaraan penataan ruangnya memberikan
dampak kepada daerah yang dirugikan, atau antara pemerintah dan swasta dalam hal pemerintah memberikan preferensi kepada swasta sebagai imbalan dalam mendukung perwujudan rencana tata ruang.
Disinsentif merupakan kebalikan dari insentif, Disinsentif berupa pengenaan pajak yang tinggi dapat dikenakan untuk pemanfaatan ruang yang tidak sesuai rencana tata ruang melalui penetapan nilai jual objek pajak (NJOP) dan nilai jual kena pajak (NJKP) sehingga pemanfaat ruang membayar pajak lebih tinggi. (berdasarkan penjelasan dari uu.26 2007 mengenai tata ruang)
Pengenaan sanksi dapat dilakukan melalui :
  • Teguran tertulis
  • Denda
  • Uang paksa
  • Pembongkaran
  • Pembekuan izin
  • Pencabutan izin
Perbedaan substansi yang diatur dalam Undang-Undang Penataan Ruang yang baru dengan yang lama antara lain :
  1. Ruang lingkup penataan ruang wilayah ditambahkankan ruang di dalam bumi
  2. Pengaturan jangka waktu berlaku rencana tata ruang dalam setiap tingkatan menjadi 20 tahun.
  3. Tidak lagi dikenal istilah kawasan tertentu namun diganti oleh Kawasan Strategis.
  4. Penekanan terhadap hal-hal yang bersifat strategis terutama hal-hal yang memiliki dampak besar terhadap lingkungan seperti proporsi kawasan hutan dalam suatu DAS minimal 30 persen, serta proporsi ruang terbuka hijau (RTH) di kota/perkotaan minimal 30 persen dengan proporsi ruang terbuka hijau publik minimal 20 persen.
  5. Dalam penetapan rancangan peraturan daerah provinsi dan kabupaten/kota tentang tata ruang harus mendapat persetujuan substansi dari Menteri yang bertanggungjawab dalam penyelenggaraan penataan ruang dalam hal ini adalah Menteri yang Pekerjaan Umum sebelum dievaluasi oleh Departemen Dalam Negeri.
  6. Adanya penambahan muatan dalam rencana tata ruang baik untuk skala Nasional, Provinsi, maupun Kabupaten/Kota yaitu penetapan kawasan strategis dan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah yang berisi indikasi arahan peraturan zonasi, arahan perizinan, arahan insentif dan disinsentif, serta arahan sanksi.
  7. Penataan ruang yang berbasis mitigasi bencana sebagai upaya meningkatkan keselamatan dan kenyamanan kehidupan dan penghidupan. Pengaturan ruang pada kawasan-kawasan yang dinilai rawan bencana, seperti kawasan rawan bencana letusan gunung api, gempa bumi, longsor, gelombang pasang dan banjir, dan dampak dari keberadaan jaringan SUTET;
  8. Terbentuknya lahan abadi pertanian untuk menjaga ketahanan Pengaturan sanksi yang lebih tegas, dalam hal ini selain diatur sanksi administratif, juga diatur sanksi pidana, baik kepada pelanggar maupun pemberi izin yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku.
a. Zoning Regulation
Tingginya ketidaksesuaian pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang selama ini menyebabkan pada UU Penataan Ruang yang baru dilakukan penekanan pada aspek pengendalian pemanfaatan ruang. Bentuk-bentuk pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi, perijinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi. Pemerintah Provinsi Jawa Timur saat ini sedang menyusun Konsep Zoning Regulation untuk wilayah Provinsi Jawa Timur. Peraturan zonasi ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam pemberian izin pemanfaatan ruang, pengawasan, maupun penertiban, serta memberikan panduan teknis pengembangan/pemanfaatan lahan untuk mengoptimalkan nilai pemanfataan.
Peraturan zonasi yang akan disusun ini dibentuk pada level provinsi sebagai bahan verifikasi bagi aturan zoning pada kawasan-kawasan strategis di lingkup provinsi, pada akhirnya diharapkan dapat menjadi acuan dalam penyusunan zoning regulation untuk tingkat Kabupaten/Kota. Zoning regulation ini mengatur struktur dan pola ruang, ketentuan teknis terkait dengan pemanfaatan ruang, serta mekanisme insentif dan disinsentif.
Penyusunan Zoning Regulation sebagai acuan teknis untuk penerbitan izin dalam pemanfaatan ruang Provinsi serta diharapkan dapat menjadi acuan zoning pada skala Kabupaten/Kota.
Izin pemanfaatan ruang ini merupakan tools untuk pengendalian pemanfaatan ruang di Provinsi Jawa Timur, di mana sebelum dilakukan pembangunan fisik (bila wilayah berada di kewenangan Provinsi) atau sebelum mengajukan izin lokasi ke Kabupaten/Kota (bila wilayah berada di kewenangan Kabupaten/Kota) harus mendapatkan izin pemanfaatan ruang dari Gubernur Jawa Timur. Aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam pemberian izin pemanfaatan ruang ini meliputi aspek teknis dan yuridis, antara lain :
a. Kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Provinsi.
b. Kesesuaian dengan Peraturan Zonasi (Zoning Regulation).
c. Kesesuaian dengan peraturan perundangan bidang teknis lainnya.
d. Kesesuaian rencana penggunaan tanah dengan jenis hak atas tanah.
e. Kelayakan desain dan lokasi lahan

sumber: kuliah Prof. Asep Warlan Yusuf Top of Form





TEORI LOKASI (PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA)

1.Teori Klasik
Menurut Reksohadiprojo-Karseno (1985) Teori sewa dan lokasi tanah, pada dasarnya merupakan bagian dari teori mikro tentang alokasi dan penentuan harga-harga faktor produksi. Seperti halnya upah yang merupakan “harga” bagi jasa tenaga kerja, maka sewa tanah adalah harga atas jasa sewa tanah.
David Ricardo, berpendapat bahwa penduduk akan tumbuh sedemikian rupa sehingga tanah-tanah yang tidak subur akan digunakan dalam proses produksi, dimana sudah tidak bermanfaat lagi bagi pemenuhan kebutuhan manusia yang berada pada batas minimum kehidupan. Sehingga, “sewa tanah akan sama dengan penerimaan dikurangi harga faktor produksi bukan tanah di dalam persaingan sempurna dan akan proporsional dengan selisih kesuburan tanah tersebut atas tanah yang paling rendah tingkat kesuburannya.
Berkenaan dengan kota, biasanya tingginya nilai tanah bukanlah tingkat kesuburan tanah tersebut, tetapi lebih sering dikaitkan dengan jarak atau letak tanah (Reksohadiprojo-Karseno, 1985:25).
VonThunen, Tanah yang letaknya paling jauh dari kota memiliki sewa sebesar 0 dan sewa tanah itu meningkat secara linear kearah pusat kota, dimana proporsional dengan biaya angkutan per ton/km. Semua tanah yang memiliki jarak yang sama terhadap kota memiliki harga sewa yang sama (Reksohadiprojo-Karseno, 1985:25).
2. Teori Neo Klasik
Menyebutkan bahwa suatu barang produksi dengan menggunakan beberapa macam faktor produksi, misalnya tanah, tenaga kerja dan modal. Baik input maupun hasil dianggap variabel. Substitusi diantara berbagai penggunaan faktor produksi dimungkinkan. Agar dicapai keuntungan maksimum, maka seorang produsen akan menggunakan faktor produksi sedemikian rupa sehingga diperoleh keuntungan maksimum.


1.1.Teori Lokasi Von Thunen, Burges dan Homer Hoyt
Teori Von Thunen telah mulai dikenal sejak abad ke 19. teorinya mencoba untuk menerangkan berbagai jenis pertanian dalam arti luas yang berkembang disekeliling daerah perkotaan yang merupakan pasar komoditi pertanian tersebut. Ia berpendapat bahwa bila suatu laboratorium dapat diciptakan berdasarkan atas tujuh asumsi, maka daerah lokasi jenis pertanian yang berkembang akan mengikuti pola tertentu. Ketujuh asumsi tersebut adalah:
1.   Terdapat suatu daerah terpencil yang terdiri atas daerah perkotaan dengan daerah pedalamannya yang merupakan satu-satunya daerah pemasok kebutuhan pokok yang merupakan komoditi pertanian;
2.   Daerah perkotaan tersebut merupakan daerah penjumlahan kelebihan produksi daerah pedalaman dan tidak menerima penjualan hasil pertanian dari daerah lain;
3.   Daerah pedalaman tidak menjual kelebihan produksinya ke daerah lain, kecuali ke daerah perkotaan tersebut;
4.   Daerah pedalaman merupakan daerah berciri sama dan cocok untuk tanaman dan peternakan dataran menengah;
5.   Daerah pedalaman dihuni oleh petani yang berusaha untuk mempeoleh keuntungan maksimum dan mampu untuk menyesuaikan hasil tanaman dan peternakannya dengan peemintaan yang terdapat di daerah perkotaan;
6.   Satu-satunya angkutan yang terdapat pada waktu itu adalah angkutan darat berupa gerobak yang dihela oleh kuda;
7.   Biaya angkutan ditanggung oleh petani dan besarnya sebanding dengan jarak yang ditempuh. Petani mengangkut semua hasil dalam bentuk segar.
Burges menganalogikan pusat pasar dengan pusat kota (Control Business Distric atau CBD). CBD merupakan tempat yang lebih banyak digunakan untuk gedung kantor, pusat pertokoan, bank dan perhotelan. Asumsinya semakin jauh dari CBD nilai rent ekonomi kawasan tersebut semakin kecil, tetapi Burges menekankan pada factor jarak mutasi ketempat kerja dan tempat belanja merupakan factor utama dalam tata guna lahan diperkotaan.
Homer Hoyt mengemukakan gagasan pengganti konsentrasi kawasan berdasarkan kedudukan relatif tempat kerja dan belanja terhadap tempat pemukiman. Hasil analisis Hoyt adalah system jaringan transpotasi seperti keadaan sebenarnya, Hoyt menyimpulkan bahwa jaringan transportasi tersebut mampu memberikan jangkauan yang lebih tinggi dan ongkos yang lebih murah terhadap kawasan lahan tertentu.
2.2.3 Teori Alfred Weber
Teori Weber (Balow, 1978) biasa disebut dengan teori biaya terkecil. Dalam teori tersebut Weber mengasumsikan:
1.   Bahwa daerah yang menjadi obyek penelitian adalah daerah yang terisolasi. Konsumennya terpusat pada pusat-pusat tertentu. Semua unit perusahaan dapat memasuki pasar yang tidak terbatas dan persaingan sempurna.
2.   Semua sumber daya alam tersedia secara tidak terbatas.
3.   Barang-barang lainnya seperti minyak bumi dan mineral adalah sporadik tersedia secara terbatas pada sejumlah tempat.
4.   Tenaga kerja tidak tersedia secara luas, ada yang menetap tetapi ada juga yang mobilitasnya tinggi.
Weber berpendapat ada tiga faktor yang mempengaruhi lokasi industri, yaitu biaya transportasi, biaya tenaga kerja dan kekuatan aglomerasi. Biaya transportasi diasumsikan berbanding lurus terhadap jarak yang ditempuh dan berat barang, sehingga titik lokasi yang membuat biaya terkecil adalah bobot total pergerakan pengumpulan berbagai input dan pendistribusian yang minimum. Dipandang dari segi tata guna lahan model Weber berguna untuk merencankan lokasi industri dalam rangka mensupli pasar wilayah, pasar nasional dan pasar dunia. Dalam model ini, fungsi tujuan biasanya meminimumkan ongkos transportasi sebagai fungsi dari jarak dan berat barang yang harus diangkut (input dan output).
Kritikan atas model ini terutama pada asumsi biaya transportasi dan biaya produksi yang bersifat konstan, tidak memperhatikan faktor kelembagaan dan terlalu menekankan pada posisi input.
2.2.4 Land Rent Lokasi dan Pasar Lahan
Barlow (1978:75) menggambarkan hubungan antara nilai land rent dan alokasi sumber daya lahan diantara berbagai kompetisi penggunaan kegiatan sektor yang komersial dan strategis mempunyai land rent yang tinggi, sehingga sektor tersebut berada pada kawasan strategis mempunyai land rent yang tinggi, sehingga sektor tersebut berada pada kawasan strategis, sebaliknya sektor yang kurang mempunyai nilai komersial maka nilai rentnya semakin kecil. Land rent diartikan sebagai locational rent.
Lahan termasuk didalamnya lahan sawah, dalam kegiatan produksi merupakan salah satu faktor produksi tetap. Barlow mengemukakan bahwa nilai rent sumber daya lahan dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:
1.   Sewa kontrak (contract rent)
2.   Sewa lahan (land rent)
3.   Nilai rent ekonomi dari lahan (Economic rent)
Economic rent sama dengan surplus ekonomi merupakan kelebihan nilai produksi total diatas biaya total. Menurut Anwar (1990:28) suatu lahan sekurang-kurangnya memiliki empat jenis rent, yaitu:
1.   Ricardian rent, menyangkut fungsi kualitas dan kelangkaan lahan;
2.   Locational rent, menyangkut fungsi eksesibilitas lahan;
3.   Ecological rent, menyangkut fungsi ekologi lahan;
4.   Sosiological rent, menyangkut fungsi sosial dari lahan.
Umumnya land rent yang merupakan cermin dari mekanisme pasar hanya mencakup ricardian rent dan locational rent, sedangkan ecological rent dan sosiological rent tidak sepenuhnya terjangkau mekanisme pasar.
Secara fisik, lahan merupakan aset ekonomi yang tidak dipengaruhi oleh kemungkinan penurunan nilai dan harga serta tidak dipengaruhi oleh faktor waktu, secara fisik pula lahan merupakan aset yang mempunyai keterbatasan dan tidak dapat bertambah besar, misalnya dengan melalui usaha reklamasi. Lahan secara fisik tidak dapat dipindahkan, walaupun fungsi dan penggunaan lahan (land function and use) dapat berubah tetapi lahannya sendiri bersifat stationer (tetap). Atas dasar sifat ini, ketentuan penetapan harga lahan akan sangat bersifat spesifik yang ditentukan oleh permintaan dan penawaran/persediaan (demand and supply) lahan pada suatu wilayah tertentu. Pertimbangan faktor lokasi didalam penentuan harga lahan untuk berbagai penggunaan tidak sama. Hal ini sangat ditentukan oleh pertimbangan tata ruang (Sujarto, 1986:55).
Pertumbuhan ekonomi wilayah merupakan resultante dari berbagai faktor. Ukuran yang umum digunakan untuk menggambarkan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah adalah pertumbuhan produk domestik regional bruto (PDRB) dari wilayah yang bersangkutan. Pada dasarnya pertumbuhan ekonomi suatu wilayah akan mendorong perubahan yang meningkat pada permintaan lahan untuk berbagai kebutuhan, seperti pertanian, industri, jasa dan kegiatan lainnya.
Penggunaan konversi lahan  sawah tidak terlepas dari situasi ekonomi secara keseluruhan. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi menyebabkan beberapa sektor ekonomi tumbuh dengan cepat. Pertumbuhan sektor tersebut akan membutuhkan lahan yang lebih kuas. Apabila lahan sawah letaknya lebih dekat dengan sumber ekonomi maka akan menggeser penggunaannya kebentuk lain seperti pemukiman, industri manufaktur dan fasilitas infrastruktur.
Hal ini terjadi karena land rent persatuan luas yang diperoleh dari aktivitas baru lebih tinggi daripada yang dihasilkan sawah. Namun konversi lahan sawah yang terjadi ditentukan juga oleh pertumbuhan sektor tanaman pangan, dalam hal ini memberikan proksi mengenai nilai hasil sawah. Apabila nilai PDRB sektor tanaman pangan relatif cukup tinggi terhadap nilai produksi kotor daerah (PDRB) keseluruhan, maka konversi lahan sawah mungkin masih dapat dihindari (Anwar, 1993:25).
Kawasan Perkotaan dan Urbanisasi
Migrasi besar-besaran dikota merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya peningkatan jumlah penduduk dikota-kota seperti umumnya yang terjadi di negara sedang berkembang. Proses migrasi sering menimbulkan gejala yang tidak diharapkan di kotya-kota besar tersebut, seperti meningkatnya jumlah angkatan kerja yang belum mampu terserap dalam lapangan kerja yang produktif, tidak memadainya fasilitas kehidupan, timbulnya pemukiman kumuh hingga masalah lingkungan.
Pertambahan jumlah penduduk dikawasan pinggiran secara akumulatif  ikut menambah luas kawasan kota karena realokasi kawasan. Semakin berkembangnya kawasanperkotaan tersebut diduga sangat erat hubungannya dengan proses konversi lahan sawah karena selain merupakan pasar potensial bagi kawasan industri juga merupakan pasar potensial bagi pembangunan pemukiman maupun pembangunan sarana prasarana lainnya. Akibatnya, lahan disekitar pinggiran perkotaan tersebut akan terjadi proses realokasi, jika lahannya lahan sawah akan terkonversi secara alamiah atau dipaksa untuk dikonversi.
Pertumbuhan penduduk juga menyebabkan kebutuhan akan pangan yang harus dipenuhi oleh sektor pertanian meningkat pula, yang berarti juga kebutuhan akan lahan pertanian mengalami peningkatan sebagai upaya penyediaan pangan (Sugandhy, 1994:23). Menurut Malthus dalam Reksohadiprodjo dan Pradono (1996:17) terdapat kecenderungan kuat pertumbuhan penduduk lebih cepat dari pertumbuhan pasok bahan makanan terutama disebabkan areal lahan adalah tetap, masalah yang berkaitan dengan lahan tidak hanya menyangkut perbandingan antara jumlah penduduk yang terus bertambah dan luas lahan yang tersedia, tetapi juga menyangkut persaingan yang makin lama makin intensif dalam mendapatkan lokasi. Persaingan terjadi untuk memperebutkan lokasi-lokasi seputar pusat kegiatan atau paling dekat dengan pusat dimana fasilitas-fasilitas kota tersedia. Dalam keadaan demikian, lahan sawah akan mendapatkan tekanan permintaan untuk penggunaan bagi kepentingan kegiatan diluar pertanian.
Teori Tempat Sentral
Christaller dengan model tempat sentral (central lace model) mengemukaka bahwa tanah yang positif adalah tanah yang mendukung pusat kota. Pusat kota tersebut ada karena untuk berbagai jasa penting harus disediakan tanah/lingkungan sekitar. Secara ideal maka kota merupakan pusat daerah yang produktif. Dengan demikian apa yang disebut tempat sentral adalah pusat kota (Reksohadiprojo-Karseno, 1993:24).
Berdasarkan prinsip aglomerasi (scale economics atau ekonomi skala menuju efisiensi atau kedekatan menuju sesuatu), ekonomi kota besar menjadi pusat daerahnya sendiri dan pusat kegiatan kota yang lebih kecil. Artinya, kota kecil bergantung pada tersedianya dan adanya kegiatan yang ada pada kota besar. Oleh karena itu, apabila orang yang berada di luar kota besar ingin membeli sesuatu dapat membeli di toko sekitar tempat tinggalnya (convinience buying). Tetai, bila ia ingin membeli bermacam barang maka, dia akan pergi ke kota-kota/multipurpose trip(Reksohadiprojo-Karseno,1993:35).
Dalam hubungan antara kota dengan rumah tinggal, Christaller mengatakan bahwa rumah tangga memaksimalkan keguanaan atau kepuasan dalam rangka pemilihan tempat tinggal atau pemukiman. Jadi orang yang dikirim ke kota dan bukan barang (commuting). Merupakan perluasan teori perilaku konsumen, dimana konsumen memaksimalkan konsumsi rumah, barang dan jasa lain terbatas oleh anggaran yang terdiri dari penghasilan uang dan penghasilan yang hilang karena aktifitas commutingyang berupatarif angkutan dan biaya operasional kendaraan yaitu bensin, pemeliharaan dan perbaikan (Reksohadiprojo-Karseno, 1993:40).
Teori Pengembangan Wilayah
Pola Dasar Tata Kota
1. Teori Konsentrik
Teori konsentrik yang diciptakan oleh E.W. Burgess ini didasarkan pada pengamatanya di Chicago pada tahun 1925, E.W. Burgess menyatakan bahwa perkembangan suatu kota akan mengikuti pola lingkaran konsentrik, dimana suatu kota akan terdiri dari zona-zona yang konsentris dan masing-masing zona ini sekaligus mencerminkan tipe penggunaan lahan yang berbeda.





Description: 1Gambar 2.1 Teori Konsentrik
Sumber: (Yunus 2000:15)0
Keterangan :
1)      Daerah pusat bisnis atau The Central Bussiness District (CBD)
2)      Daerah Transisi atau The Zone of Transition
3)      Daerah pemukiman para pekerja atau The Zone of Workkingmen’s homes
4)      Daerah tempat tinggal golongan kelas menengah atau The Zone of Middle Class Develiers
5)      Daerah para penglaju atau The Commuters Zone
Karakteristik masing-masing zona dapat diuraikan sebagai berikut:
Zona 1: Daerah Pusat Bisnis
Zona ini terdiri dari 2 bagian, yaitu: (1) Bagian paling inti disebut RBD (Retail Business District). Merupakan daerahpaling dekat dengan pusat kota. Di daerah ini terdapat toko, hotel, restoran, gedung, bioskop dan sebagainya. Bagian di luarnya disebut sebagai WBD (Wholesale Business District) yang ditempati oleh bangunan yang diperuntukkan kegiatan ekonomi dalam jumlah yang lebih besar antara lain seperti pasar, pergudangan dan gedung penyimpan barang supaya tahan lebih lama.
Zona 2 : Daerah Transisi
Adalah daerah yang mengitari pusat bisnis dan merupakan daerah yang mengalami penurunan kualitas lingkungan pemukiman yang terus menerus. Daerah ini banyak dihuni oleh lapisan bawah atau mereka yang berpenghasilan rendah.
Zona 3 : Daerah pemukiman para pekerja
Zona ini banyak ditempati oleh perumahan pekerja-pekerja pabrik, industri. Kondisi pemukimanya sedikit lebih baik dibandingkan dengan daerh transisi. Para pekerja di sini berpenghasilan lumayan saja sehingga memungkinkan untuk hidup sedikit lebih baik.
Zona 4 : Daerah pemukiman yang lebih baik
Daerah ini dihuni oleh kelas menengah yang terdiri dari orang-orang yang profesional, pemilik usaha/bisnis kecil-kecilan, manajer, para pegawai dan lain sebagainya. Fasilitas pemukiman terencana dengan baik sehingga kenyamanan tempat tinggal dapat dirasakan pada zona ini.
Zona 5 : Daerah para penglaju
Merupakan daerah terluar dari suatu kota, di daerah ini bermunculan perkembangan permukiman baru yang berkualitas tinggi. Daerah ini pada siang hari boleh dikatakan kosong, karena orang-orangnya kebanyakan bekerja.
Ciri khas utama teori ini adalah adanya kecenderungan, dalam perkembangan tiap daerah dalam cenderung memperluas dan masuk daerah berikutnya (sebelah luarnya). Prosesnya mengikuti sebuah urutan-urutan yang dikenal sebagai rangkaian invasi (invasion succesion). Cepatnya proses ini tergantung pada laju pertumbuhan ekonomi kota dan perkembangan penduduk. Sedangkan di pihak lain, jika jumlah penduduk sebuah kota besar cenderung menurun, maka daerah disebelah luar cenderung tetap sama sedangkan daerah transisi menyusut kedalam daerah pusat bisnis. Penyusutan daerah pusat bisnis ini akan menciptakan daerah kumuh komersial dan perkampungan. Sedangkan interprestasi ekonomi dari teori konsentrik menekankan bahwa semakin dekat dengan pusat kota semakin mahal harga tanah.
1.   Teori Sektor
Teori ini dikemukakan oleh Humer Hyot (1939), menyatakan bahwa perkembangan kota terjadi mengarah melalui jalur-jalur sektor tertentu. Sebagian besar daerah kota terletak beberapa jalur-jalur sektor dengan taraf sewa tinggi, sebagian lainnya jalur-jalur dengan tarif sewa rendah yang terletak dari dekat pusat kearah pinggiran kota. Dalam perkembangannya daerah-daerah dengan taraf sewa tinggi bergerak keluar sepanjang sektor atau dua sektor tertentu (Spillane dan Wan, 1993:19).
Menurut Humer Hyot kecenderungan pendudk untuk bertempat tinggal adalah pada daerah-daerah yang dianggap nyaman dalam arti luas. Nyaman dapat diartikan dengan kemudahan-kemudahan terhada fasilitas, kondisi lingkungna baik alami maupun non alami yang bersih dari polusibaik fiskal maupun nonfiskal, prestise yang tinggi dan lain sebagainya.

Description: 2Gambar 2.2 Teori sektor ( Hammer Hyot )
Sumber: (Yunus,2000:26)
Keterangan :
1) Daerah Pusat Bisnis
2) Daerah Industri ringan dan perdagangan
3) Daerah pemukiman kelas rendah
4) Daerah pemukiman kelas menengah
5) Daerah pemukiman kelas tinggi
Secara garis besar zona yang ada dalam teori sektor dapat dijelaskan sebagai berikut :
Zona 1: Daerah Pusat Bisnis
Deskripsi anatomisnya sama dengan zona 1 dalam teori konsentris, merupakan pusat kota dan pusat bisnis.
Zona 2: Daerah Industri Kecil dan Perdagangan
Terdiri dari kegiatan pabrik ringan, terletak diujung  kota dan jauh dari kota menjari ke arah luar. Persebaran zona ini dipengaruhi oleh peranan jalur transportasi dan komunikasi yang berfungsi menghubungkan zona ini dengan pusat bisnis.
Zona 3: Daerah pemukiman kelas rendah
Dihuni oleh penduduk yang mempunyai kemampuan ekonomi lemah. Sebagian zona ini membentuk persebaran yang memanjang di mana biasanya sangat dipengaruhi oleh adanya rute transportasi dan komunikasi. Walaupun begitu faktor penentu langsung terhadap persebaran pada zona ini bukanlah jalur transportasi dan komunikasi melainkan keberadaan pabrik-pabrik dan industri-industri yang memberikan harapan banyaknya lapangan pekerjaan.
Zona 4: Daerah pemukiman kelas menengah
Kemapanan Ekonomi penghuni yang berasal dari zona 3 memungkinkanya tidak perlu lagi bertempat tinggal dekat dengan tempat kerja. Golongan ini dalam taraf kondisi kemampuan ekonomi yang menanjak dan semakin baik.
Zona 5: Daerah pemukiman kelas tinggi
Daerah ini dihuni penduduk dengan penghasilan yang tinggi. Kelompok ini disebut sebagai “status seekers”,yaitu orang-orang yang sangat kuat status ekonominya dan berusaha mencari pengakuan orang lain dalam hal ketinggian status sosialnya.
1.   Teori Pusat Kegiatan Banyak
Dikemukakan oleh Harris dan Ulman, menurut pendapatnya kota-kota besar tumbuh sebagai suatu produk perkembangan dan integrasi terus-menerus dari pusat-pusat kegiatan yang terpisah satu sama lain dalam suatu sistem perkotaan dan proses pertumbuhannya ditandai oleh gejala spesialisasi dan diferensiasi ruang (Yunus, 2000:45).



Description: 3


Gambar 2.3 Model pusat kegiatan banyak menurut Haris-Ulman
Sumber: (yunus, 2000:47)
Keterangan:
1)      Daerah Pusat Bisnis
2) Daerah Industri ringan dan perdagangan
3) Daerah pemukiman kelas rendah
4) Daerah pemukiman kelas menengah
5)      Daerah pemukiman kelas tinggi
6)      Daerah industri berat
7)      Daerah bisnis
8)      Daerah tempat tinggal pinggiran
9)      Daerah industri di daerah pinggiran
Zone- zone keruangan berdasarkan keterangan di atas dapat dijelaskan sbagai berikut:
Zone 1: Daerah pusat bisnis
Zona pada teori ini sama dengan zona pada teori konsentris.
Zona 2: Daerah industri ringan dan perdagangan
Persebaran pada zona ini banyak mengelompok sepanjang jalur kereta api dan dekat dengan daerah pusat bisnis
Zona 3: Daerah pemukiman kelas rendah
Zona ini mencerminkan daerah yang kurang baik untuk pemukiman sehingga penghuninya umumnya dari golongan rendah.
Zona 4: Daerah pemukiman kelas menengah
Zone ini tergolong lebih baik daro zone 3, dikarenakan penduduk yang tinggal di sini mempunyai penghasilan yang lebih baik dari penduduk pada zoe 3.
Zona 5: Daerah pemukiman kelas tinggi
Zone ini mempunyai kondisi paling baik untuk permukiman dalam artian fisik maupun penyediaan fasilitas. Lokasinya relatif jauh dari pusat bisnis, namun untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya di dekatnya dibangun daerah bisnis baru yang fungsinya sama seperti daerah pusat bisnis.
Zona 6: Daerah industri berat
Merupakan daerah pabrik-pabrik besar yang  banyak mengalami berbagai permasalahan lingkungan seperti pencemaran , kebisingan, kesmrawutan  lalu lintas dan sebagainya. Namun zona ini juga banyak menjanjikan berbagai lapangan pekerjaan. Penduduk berpenghasilan rendah bertempat tinggal dekat zona ini.
Zona 7: Daerah bisnis lainnya
Zona ini muncul seiring munculnya daera pemukiman kelas tinggi yang lokasinya jauh dari daerah pusat bisnis, sehingga untuk memenuhi kebutuhan penduduk pada daerah ini maka diciptakan zona ini.
Zona 8: Daerah tempat tinggal di pinggiran
Penduduk di sini sebagian besar bekerja di pusat-pusat kota      dan daerah ini hanyak husus digunakan untuk tempat tinggal.
Zona 9: Daerah industri di daerah pinggiran
Unsur transportasi menjadi prasyarat hidupnya  zona ini. Pada perkembangan selanjutnya dapat menciptakan pola-pola persebaran keruanganya sendiri dengan proses serupa.
Proses Pemekaran Kota
Suatu kota mengalami perkembangan dri waktu ke waktu. Perkembangan ini menyangkut aspek politik, sosial, budaya, teknologi, ekonomi dan fisik. Khususnya mengenai aspek yang berkaitan langsung dengan penggunaan lahan perkotaan maupun penggunaan lahan pedesaan adalah perkembangan fisik, khususnya perubahan arealnya yg disebut pendekatan morfologi kota atau “Urban Morphological Approach” (Yunus, 2000:107).
Menurut Herbert (Herbert dalam Yunus, 2000:197) Matra morfologi pemukiman menyoroti eksistensi keruangan kekotaan dan hal ini dapat diamati dar kenampakan kota secara fiskal yang antara lain tercermin pada sistem jalan-jalan yang ada, blok-blok bangunan baik dari daerah hunian ataupun bukan (perdagangan dan industri) dan juga banguna individual.
Dengan meningkatnya jumlah penduduk perkotaan maupun kegiatan penduduk perkotaan mengakibatkan meningkatnya kebutuhan ruang perkotaan yang besar. Oleh karena ketersediaan ruang di dalam kota tetap dan terbatas, maka meningkatnya kebutuhan ruang untuk tempat tinggal dan kedudukan fungsi-fungsi selalu akan mengambil ruang di daerah pinggiran kota. Proses perembetan  kenampakan fisik kekotaan ke arah luar disebut”urban sprawl”.Adapun macam“urban sprawl” sebagai berikut: (Yunus, 2000:124)
Tipe 1: Perembetan konsentris (Concentric Development/ Low Density continous development)



Description: 4






Gambar 2.4 Perembetan konsentris
Sumber: (Yunus, 2000:126)
Dikemukakan pertama kali oleh Harvey Clark (1971) menyebut tipe ini sebagai “lowdensity, continous development” dan Wallace (1980) menyebut“concentric dvelopment”. Tipe perembetan paling lambat, berjalan perlahan-lahan terbatas pada semua bagian-bagian luar kenampakkan fisik kota yang sudah ada sehingga akan membentuk suatu kenampakan morfologi kota yang kompak. Peran transportasi terhadap perembetannya tidak begitu besar.
Tipe 2: Perembetan memanjang (ribbon development/lineair development/axial development)
Tipe ini menunjukkan ketidakmerataan perembetan areal perkotaan di semua bagian sisi luar daripada daerah kota utama. Perembetan paling cepat terlihat di sepanjang jalur transportasi yang ada, khususnya yang bersifat menjari (radial) dari pusat kota. Daerah disepanjang rute transportasi merupakan tekanan paling berat dari perkembangan (Yunus, 2000:127).

Description: 5Gambar 2.5 Perembetan linear
(Yunus, 2000:128)
Tipe ini perembetannya tidak merata pada semua bagian sisi-luar dari pada daerah kota utama. Perembetan bersifat menjari dari pusat kota disepanjang jalur transportasi.
Tipe 3: Perembetan yang meloncat (leap frog development/checkkerboard development)



Description: 6
Gambar 2.6 Perembetan Meloncat
Sumber: (Yunus, 2000:129)
Perembetan yang terjadi pada tipe ini dianggap paling merugikan oleh kebanyakan pakar lingkungan       , tidak efisien dan tidak menarik. Perkembangan lahan kekotaanya terjadi berpencaran secara sparadis dan tumbuh di tengah-tengah lahan pertanian, sehingga cepat menimbulkan dampak negatif terhadap kegiatan pertanian pada wilayah yang luas sehingga penurunan produktifitas pertanian akan lebih cepat terjadi.




TEORI PERENCANAAN

Menurut Ernest R Alexander, Teori merupakan kerangka yang harus dipergunakan sehingga dapat membentuk suatu struktur yang baik. Apabila kita memiliki suatu teori yang benar namun kita hanya menyimpannya saja dan tidak mempraktekkannya, maka sebaik apapun teori tersebut tidak akan ada manfaatnya, begitu pula sebaliknya sebuah praktek harus diterangkan dengan teori.
Bagi seorang planner, hubungan antara teori dan praktek adalah sangat penting, sebab perencanaan tidak seperti ilmu murni pada dasarnya perencanaan adalah kegiatan preskripif, bukan deskriptif. Tujuan seorang planner bukanlah untuk menguraikan apa yang ada di dunia ini tetap untuk mengusulkan cara-cara bagaimana keadaan tersebut bisa diubah.
Perencanaan itu sendiri memerlukan suatu pengakuan rasional dan sosial: ia “harus dibenarkan sebagai suatu penerapan cara pengambilan keputusan yang rasional pada masalah-masalah sosial.” Karena perencanaan adalah suatu aktivitas yang mempengarui masyarakat dan menyangkut nilai-nilai manusia, maka teori perencanaan tidak dapat mengabaikan ideologi. Dalam kata-kata John Dyckman, teori perencanaan haruslah mencakup beberapa teori tentang masyarakat di mana perencanaan itu dilembagakan

Lingkup Teori Perencana
Inti dari teori perencanaan adalah proses perencanaan. Suatu proses perencanaan jelas terlihat pada keputusan-keputusan individu mengenai karier pekerjaannya, anggaran rumah tangga, program pembangunan fisik kota, pertahanan kota, dan pelayanan umum.
Teori perencanaan mengamati komponen-komponen dalam proses perencanaan yang mencangkup bentuknya, tahapannya, hubungannya dengan konteks daripada proses perencanaan dan keluarannya. Teori Perencanaan juga menyangkut alasan mengapa perencanaan itu diperlukan, yang kemudian menimbulkan permasalahan mengenai etika dan nilai para perencana.

Definisi Perencanaan
Adapun beberapa definisi tentang perencanaan dari para ahli:
1.Menurut Conyers Diana, perencanaan adalah proses yang berjalan terus menerus yang melibatkan (cyclical process decision-making) berbagai tahapan skematik dan berurutan untuk menghasilkan sesuatu yang lebih baik atau dengan kata lain keputusan yang lebih rasional.
2.Menurut Anthony J. Catanese, Perencanaan merupakan suatu aktivitas universal manusia, suatu keahlian dasar dalam kehidupan yang berkaitan dengan pertimbangan suatu hasil sebelum diadakan pemilihan di antara berbagai alternatif yang ada.
3.Menurut Ir. Mulyono Sadyohutomo, Perencanaan merupakan fungsi manajemen pertama yang harus dilakukan oleh setiap manajer dan staf.
Dari ketiga pendapat para ahli di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa perencanaan adalah suatu proses pengambilan keputusan yang melibatkan berbagai tahapan skematik dan berurutan dengan mempertimbangkan berbagai batasan-batasan sehingga dapat menghasilkan keputusan yang rasional.

Selain itu perencanaan memiliki empat tingkatan definisi yaitu,
1.Tingkatan pertama (tidak ada faktor pembatas), di mana suatu perencanaan menetapkan suatu tujuan dan memilih langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut.
2.Tingkatan kedua (ada faktor pembatas internal), di mana suatu perencanaan menetapkan suatu tujuan yang dapat dicapai setelah memperhatikan faktor-faktor pembatas dalam mencapai tujuan tersebut, memilih dan menetapkan langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut.
3.Tingkatan ketiga (ada faktor pembatas internal, eksternal yang berpengaruh dalam pencapaian tujuan tersebut), di mana suatu perencanaan menetapkan suatu tujuan yang dapat dicapai setelah memperlihatkan pembatas internal dan eksternal, memilih serta menetapkan langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut.
4.Tingkatan keempat (faktor pembatas ketiga internal, eksternal pengaruhnya cukup besar serta kita tidak bisa mengendalikannya), di mana perencanaan untuk mengetahui dan menganalisis kondisi saat ini, meramalkan perkembangan berbagai faktor noncontrollable yang relevan, memperkirakan faktor pembatas, menetapkan tujuan sasaran yang diperkirakan dapat dicapai, serta mencari langkah untuk mencapai tujuan tersebut.

Unsur-Unsur Perencanaan
Kata perencanaan (planning) merupakan istilah umum yang sangat luas cakupan kegiatannya. Para ahli telah mendefinisikan kata perencanaan dengan kalimat-kalimat berbeda-beda, tergantung aspek apa yang ditekankan. Akan tetapi, dapat disimpulkan bahwa di dalam perencanaan mencakup pengertian sebagai berikut.
a.Penentuan terlebih dahulu apa yang akan dikerjakan
b.Penentuan serangkaian kegiatan untuk mencapai hasil yang diinginkan

Rencana (plan) adalah produk dari proses perencanaan yang dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu melalui tahap-tahap kegiatan. Setiap rencana paling tidak memiliki 3 unsur pokok, yaitu
a.Titik Tolak
Merupakan kondisi awal dari mana kita berpijak di dalam menyusun rencana dan sekaligus dan sekaligus nantinya menjadi landasan awal untuk melaksanakan rencana tersebut
b.Tujuan (Goal)
Suatu keadaan yang ingin dicapai di masa yang akan datang. Tujuan yang jelas akan mempermudah perencana dalam penyusunan perencanaan.
c.Arah
Arah rencana merupakan pedoman untuk mencapai rencana dengan cara yang legal, efisien, dan terjangkau oleh pelaksana. Apabila suatu rencana tidak dilengkapi pedoman yang jelas maka pencapaian tujuan tidak efektif dan terjadi pemborosan pemakaian sumber daya dan waktu.
Serta beberapa beberapa unsur pendukung lainnya :
a.Whiseses (keinginan, cita-cita)
Perencanan dibuat oleh perencana untuk mendapatkan hasil yang diinginkan.
Perencana memiliki keinginan dalam hasil yang akan dipacapai dan memiliki perencanaan yang sesuai keinginan trsebut.
b. Resources (sumber daya alam, manusia, modal, dan informasi)
Sumber daya alam harus dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan untuk mendukung suatu perencanaan. Perencana harus mampu mendayagunakan suber daya alam dengan kemampuan sumber daya manusia yang bagus. Kelengkapan informasi juga dibutuhkan dalam pentusunan perencanan sebab, informasi yang valid memberikan masukan dalam pengambilan keputusan dalam perencanaan.
c. Effective and Efficient (hasil guna dan daya guna)
Perencanaan membutuhkan ketepatan dalam pengambilan keputusan yang sesuai dengan tujuan.
e. Space, location (ruang)
Lokasi merupakan objek yang menjadi sasaran dalam suatu perencanaan. Lokasi juga dianggap sebagai subjek perencanaan sebab, dalam merencanakan suatu wilayah perencanan harus mengetahui kondisi lokasi tersebut dan mengadaptasikan.
f. Time, future oriented
Hasil perencanaan tidak haya bertujuan untuk waktu sekarang tetapi juga berorientasi untuk masa yang akan datang (sustainable).
Tiga unsur-unsur pokok rencana tersebut sifatnya wajib bagi setiap rencana. Apabila salah satu unsur rencana tidak ada maka rencana menjadi tidak bermanfaat atau sulit dilaksanakan. Seperti yang digambarkan pada ilustrasi dibawah ini:

Gambar 1. Rencana Tanpa Arah Gambar 2. Unsur pokok rencana lengkap

Pada gambar 1 menunjukkan rencana tanpa pedoman maka untuk menuju ke tujuan akan dilakukan dengan cara coba-coba. Akibatnya, untuk mencapai tujuan perlu jalur yang lebih panjang yang berarti pemborosan sumber daya. Dibandikan dengan gambar 2, di mana ketiga unsur pokok (titik tolak, tujuan, dan arah) rencana lengkap, sehingga tujuan dicapai dengan cara yang efisien. Untuk menuju kondisi yang akan datang yang lebih baik hanya dapat dicapai melalui perencanaan, hal tersebut disebabkan oleh:
a. Secara rasional, perencanaan disusun berdasarkan data yang cukup dan analisis yang tepat akan memberikan keputusan dan hasil yang baik
b. Dari segi efisiensi, dengan perencanaan dapat meminimalkan biaya dan memaksimalkan manfaat.

Aspek-Aspek Penting dalam Perencanaan
Berbagai aspek penting dalam perencanaan:
1. Perencanaan kota terutama berkaitan erat dengan masalah-masalah kemasyarakatan yang di dalamnya tercakup sekelompok besar klien yang mempunyai kepentingan berbeda-beda.
2. Perencanaan kota merupakan aktifitas yang benar-benar direncanaan dengan matang yang biasanya ditangani oleh orang-orang yang terlatih secara professional sebagai perencana.
3. Tujuan dan sasarannya, serta pranata-pranata untuk mencapainya, sering teramat tidak pasti.
4. Para perencana kota sendiri jarang membuat keputusan, malahan sebaliknyamereka membut berbagai alternative dan rekomendasi bagi pihak-pihak yang dipilih dan ditunjuk untuk mengambil keputusan-keputusan tertentu.
5. Para perencana kota menggunakan berbagai macam alat bantu dan metode-metode khusus untuk menganalisis dan menyajikan berbagai alternatif.
6. Hasil dari hampir semua aktivitas perencanan hanya dapat dilihat setelah 5 sampai 20 tahun setelah keputusan diambil, sehingga menyulitkan umpan balik dan tindakan perbaikan.

Tujuan Perencanaan
Perencanaan memiliki tujuan sebagai berikut.:
1. meningkatkan efisiensi dan rasionalitas. contoh gampang dari peningkatan efisiensi adalah pengadaan publik transport. kan jadi lebih efisien tu dari segi bahan bakar, jumlah kendaraan sampe polusi udara.
2. membantu/meningkatkan pasar, contoh adanya asuransi kesehatan, PLN, yang menyediakan hal-hal esensial bagi masyarakat.
3. mengubah/memperlebar pilihan-pilihan, contohnya bisa dari public transport juga, jadii ada berbagai macam pilihan moda transportasi yang bisa kita pake kalo mau ke tempat2 tertentu.
4. Sebagai pedoman dalam pembangunan
5. Meminimalisasi ketidakpastian
6. Meminimalisasi inefisiensi sumber daya
7. Penetapan standard dan pengawasan kualitas
Jenis-Jenis Perencanaan
Perencanaan terdapat 8 jenis. Jenis-jenis perencanaan diantaranya adalah :
1. Perencanaan bertujuan jelas Vs perencanaan bertujuan laten
- Perencanaan bertujuan jelas menyebutkan tujuan dan sasaran yang dapat diukur tingkat pencapaiannya.
- Perencanaan bertujuan laten tidak menyebutkan sasaran dan bahkan tujuannya kurang jelas dan sulit diukur.
2. Perencanaan fisik Vs perencanaan ekonomi
- Perencanaan fisik lebih terfokus pada perencanaan sarana dan prasarana.
- Perencanaan ekonomi terfokus pada segi dana untuk pembangunan.
3. Perencanaan alokatif Vs perencanaan inovatif
- Perencanaan alokatif menyukseskan rencana umum yang telah disusun
- Perencanaan inovatif dimungkinkan adanya kebebasan.
4. Perencanaan bertujuan jamak Vs perencanaan bertujuan tunggal
- Perencanaan jamak bila tujuan dan sasaran bersifat jamak
- Perencanaan tunggal bila tujuan dan sasrannya bersifat tunggal
5. Perencanaan indikatif Vs perencanaan imperatif
- Perencanaan indikatif mempunyai output indikasi (tidak tegas) sedangkan imperatif sudah diatur dengan tegas dan jelas dalam pelaksanaan di lapangan.
6. Top Down Vs Bottom up planning
- Top down adalah perencanaan yang langsung dari atas(pemerintah) ke bawah (masyarakat)
- Bottom up adalah perencanaan yang mendengarkan aspirasi rakyat dan kemudian menjadi pemikiran dalam perencanaan oleh pemerintah.
7. Vertical Vs Horizontal planning
- Vertical mengutamakan koordinasi antar berbagai jenjang pada sektor yang sama.
- Horizontal menekankan keterpaduan program antar berbagai sektor pada level yang sama.
8. Perencanaan pertisipatif Vs perencanaan non partisipatif
- Perencanaan partisipatif menggunakan masyarakat sebagai subjek dan objek dalam perencanaan.

Metodologi Perencanaan

Perencana perkotaan mengamabil metode dari berbagai bidang illmu dan memodifikasikannya dan/atau mengembangkan metode-metode baru untuk memperoleh dan menyaring berbagai sumber informasi. Jenis-jenis metode :
1. Proses Perencanaan
2. Perencanaan sebagai rekayasa pengetahuan
3. Perencanaan sebagai problem solving
4. Perencanaan sebagai proses produksi

Pengaruh Pemikiran Filsafat Dunia terhadap Teori Perencanaan
Pemiikiran filsafat dunia adalah pemikiran untuk mencari kebenaran menurut akal manusia, di mana pemikiran tersebut selalu berkembang sejalan dengan perkembangan perdaban manusia. Evolusi pandangan filsafat dunia berpengaruh pula terhadap perkembangan teori perencanaan, dengan urutan perubahan sebagai berikut.
a. Theosentrisme
- Pengaruh dalam perencanaan sebagai fungsi dari kekuatan monarki dan keagamaan
- Model Perencanaan : Authoritarian Planning
b. Utopianisme
- Pengaruh dalam perencanaan sebagai tujuan ideal manusia
- Model Perencanaan : Romantic Planning
c. Positivisme
- Pengaruh dalam perencanaan sebagai fungsi dari rekayasa sosial melalui dominasi ilmu teknik
- Model Perencanaan : Technocratic Planning
d. Rasionalisme
- Pengaruh dalam perencanaan sebagai fungsi rekayasa sosial melalui justifikasi ilmiah
- Model Perencanaan : Rational Comprehensive Planning
e. Fragmatisme
- Pengaruh dalam perencanaan sebagai fungsi dari market
- Model Perencanaan : Utilitarian Planning and Pragmatic Planning
f. Fenomenologi
- Pengaruh dalam perencanaan sebagai fungsi peguatan ekstensi nilai-nilai budaya.
- Model Perencanaan : Organic Planning, Advocacy Planning, Social Planning.

Kekuatan Politik dalam Perencanaan
Kondisi politik menentukan arah penyusunan dan aplikasi perencanaan. Perencanaan. Perencanaan kota dan wilayah erat kaitannya dengan politik. Hal itu disebabkan oleh:
a. Perencanaan senantiasa melibatkan hal yang menyangkut emosi masyarakat miskin.
b. Keputusan perencanaan adalah terlihat nyata sehingga kalau terjadi kesalahan keputusan tidak dapat disembunyikan dan mudah menjadi isu politik.
c. Proses perencanaan harus melibatkanmayarakatsecara langsung karena menyangkut kepentingan sehari-hari masyarakat banyak.
d. Masyarakat merasa mempunyai keahlian dan kedudukan yang sejajar dengan perencana.
e. Keputusan perencana mempunyai dampak yang besar bagi masyarakat pemilik tanah, terutama dampak ekonomis terhadap nilai tanah dan pemanfaatannya.
Berikut beberapa masalah politik yang menyebabkan perencanaan menjadi bermasalah.
a. Sistem politik yang yang tidak demokratis
Kondisi politik yang otokratis, sentralistis, atau fanatisme akan menghasilkan perencanaan yang tidak demokratis.
b. Stabilitas politik
Arah politik yang berubah-ubah akan mengakibatkan perencanaan yang berubah-ubah pula. Perencanaan yang berubah-ubah mengakibatkan pemborosan sumber daya dan tidak terjadinya kesinambungan pembangunan.
c. Dominasi sistem politik
System politik yang terlalu mendominasi perencanaan akan mengalahkan pertimbangan teknis, ekonomis, maupun legalitas. Hasil keputusan menjadi kurang objektif, hanya menguntungkan kelompok tertentu dan kurang berkeadilan.
d. Kesadaran berpolitik masyarakat yang rendah, antara lain:
- tidak dapat menerima perbedaan pendapat
- emosional
- tidak rasional
- tidak mau mengalah
- tidak dapat menerima kekalahan dalam persaingan yang sehat
- fanatik
Dengan kesadaran berpolitik yang renndah maka dalam proses negosiasi di dalam perencanaan akan sulit mencapai consensus. Keputusan yang telah di ambil tidak dapat dijalankan karena tidak didukung oleh pihak yang tidak setuju walau telah terlibat dalam proses pengambilan keputusan tersebut.
e. Dominasi masyarakat awam
Keterlibatan masyarakat awam yang terlalu dominan dapat mengalahkan pertimbangan teknis perencanaan. Akibatnya, rencana kurang dijamin keilmuannya.
f. Money politics
Keputusan rencana yang dipengaruhi oleh uang akan bersifat tidak adil karena hanya akan menguntungkan pihak penyuap. Di samping itu, keadaan tersebut akan menimbulkan frustasi pihak yang dirugikan atau yang memegang prinsip-prinsip idealisme.
Peran perencana dalam sebuah proses politik didefinisikan sebagai berikut :
1. Sebagai teknokrat dan engineer
Peran ini dimainkan dengan mengambil posisi sebagai advisor bagi para pengambil kebijakan dengan berporos kepada rasionalitas dan pertimbangan ilmiah. Informasi dimanfaatkan sebagai sebuah landasan dalam membangun kekuasaan dan kepentingan.
2. Sebagai birokrat
Perencana sebagai seorang birokrat memiliki fungsi menjaga stabilisasi organisasi dan jalannya roda pemerintahan. Informasi dimanfaatkan sebagai sebuah alat dalam menjaga kepentingan dan keberlangsungan organisasi. Peran ini biasanya disertai oleh kekuasaan yang datang secara formal dan legal kepada perencana.
3. Sebagai Advokat dan Aktivis
Fungsi ini merupakan sebuah manifestasi dari usaha menjembatani masyarakat terhadap hal-hal yang bersifat teknis dari sebuah produk rencana. Selain itu terdapat peran dalam melakukan mobilisasi kekuatan dan potensi masyarakat untuk melakukan perlawanan terhadap dominasi Pemerintah. Informasi dan proses komunikasi diperlakukan sebagai usaha membangun pemahaman masyarakat dan counter-opinion terhadap kebijakan yang merugikan masyarakat.
4. Sebagai Politikus
Politikus identik dengan tujuan pragmatis dan komunalis, sehingga perencana tidak diharapkan untuk bergabung dengan dunia politik. Maksud dari peran ini adalah seorang perencana tidak bisa lepas dari kepentingan dan dalam memperjuangkan kepentingannya, perencana dituntut memiliki perspektif seorang politisi. Seorang politikus memiliki insting dalam berkomunikasi dengan kelompok yang memiliki kepentingan yang berbeda lebih baik.
Keempat peran diatas merupakan refleksi dari posisi perencana dalam proses politik. Proses politik yang terjadi mendesak perubahan paradigma pada dunia perencanaan di Indonesia. Tantangan dan perubahan paradigma di dunia perencana, menuntut perencana untuk dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan.
Dominasi pemerintah terhadap masyarakat hanya melahirkan sebuah sikap apatis dari masyarakat terhadap pemerintah dan produk perencanaan. Sikap apatis yang melahirkan ketidakefisienan dari pelaksanaan perencanaan karena tidak ada dukungan dari masyarakat terhadap produk perencanaan.

Perencanaan Kota di Indonesia

Bila melihat evolusi perencanaan pembangunan kota di Eropa dan Amerika, industrialisasi merupakan salah satu factor pendorong adanya perencanaan pembangunan kota. Hal ini berbeda dengan konteks Indonesia. Terdapat beberapa kondisi yang mempengaruhi factor-faktor dasar kota di Indonesia.
1. Perkembangan kota di Indonesia bukan disebabkan adanya industrialisasi, melainkan karena kurang menguntungkannya kondisi di saerah pedesaan. Kondisis ini mempengaruhi factor-faktor dasar kota di Indonesia, antara lain dalam struktur basis perekonomiannya, di mana terjadi dualisme perekonomian kota, yakni ekonomi modern dan ekonomi tradisional. Kondisi ini memperbesar sector informal di kota, yang pada gilirannya berpengaruh pada struktur fisik kota
2. Keadaan masyarakat khususnya kondisi struktur pemerintah di Indonesia dan organisasi masyarakat tingkat pengetahuan serta kebutuhan dasarnya, dan sebagainya.
3. Keadaan struktur pemerintah di Indonesia yang menganut system perangkan pemerintah daerah (desentralisasi) dan perwakilan daerah (dekonsentrasi)
4. Belum mantapnya bidang dan proses perencanaan kota di Indonesia, sehingga mekanisme pendukungnya belum berjalan lancer
5. Beragamnya jenis kota di Indonesia, terutama menyangkut besaran serta kompleksitas permasalahannya. Hal ini bias dilihat dari beragamnya kota-kota yang ada di Indonesia
Kelima kondisi di atas berpengaruh terhadap model perencanaan yang diterapkan di Indonesia, karena dari berbagai kondisi tersebut diupayakan penerapan model yang sesuai.
Bila kita mengkaji perencanaan pembangunan kota di Indonesia, menurut Sudjana Rochyat, paling tidak terdapat dua pandangan dasar yang dapat diterpkan untuk mengupas permasalahan dan mengenali berbagai problematika perkotaan. Pertama, memandang kota sebagai dimensi fisik dari kehidupan kegiatan usaha manusia yang memberikan berbagai implikasi pada aspek-aspek pembangunan. Kedua, kota dipandang sebagai bagian dari suatu sistem yang menyeluruh dari kehidupan masyarakat yang saling terkait dengan upaya pada aspek-aspek pembangunan lainnya.
Namun, dilihat dari fungsi dan peranan kota sebagai pusat pemukiman penduduk, pusat pendidikan, pusat kegiatan ekonomi, dan sebagainya, menunjukkan bahwa kota tidak hanya dipandang dari dimensi fisik semata, tetapi lebih merupakan bagian dari suatu system yang menyeluruh, yang hal ini akan dilihat pada perjalanan pembangunan kota di Indonesia.

Daftar Pustaka

Allafa. 2008. Teori Perencanaan. http://one.indoskripsi.com/node/6055 ( 9 Maret 2010 )
Catanese, A. & Synder, J. 1979. Introduction to Urban Planning. Diterjemahkan oleh Susongko, Ir. dengan judul: Pengantar Perencanaan Kota. Jakarta: Erlangga.
____________, 1989. Urban Planning, Second Edition. Diterjemahkan oleh Susongko, Ir. dengan judul: Perencanaan Kota, Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga.
Conyers, Diana. & Hill, Peter. 1984. An Introduction to Development Planning in The Third World. Scotland: The Pitman Press Ltd, Bath, Avon
Gallion, A & Eisner, S. 1997. Introduction to Urban Planning. Diterjemahkan oleh Susongko, Ir. dengan judul: Pengantar Perencanaan Kota. Jakarta: Erlangga.
Micania, 2008. Teori Perencanaan. http://micania.blogspot.com ( 9 Maret 2010 )
Nurmadi, Achmad. 2006. Manajemen Perkotaan. Yogyakarta: Sinergi Publishing
Sadyohutomo, Mulyono. 2008. Manajemen Kota dan Wilayah. Bandung: Bumi Aksara
Soedjono, Rochyat. 1995. Perencanaan Kota di Indonesia. Bandung: PT Alumni. Dalam Sadyohutomo, Mulyono. Manajemen Kota dan Wilayah. Bandung: Bumi Aksara

Tidak ada komentar:

Posting Komentar